Rabu, 25 Maret 2015

WILAYAH KERJA NOTARIS & biaya nya

Pertanyaan
Yth. Bapak
Saya A, seorang pegawai Bank BUMN di Jakarta, bagian legal kredit, ingin menanyakan tentang wilayah kerja Notaris-PPAT, yang mana saat ini banyak Notaris-PPAT luar Jakarta, yang melakukan penanda-tanganan dan pembacaan akta di Jakarta.
Adapun yang ingin saya tanyakan adalah:
  1. Apakah akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tetap menjadi akta otentik?
  2. Bagaimana kalau, di dalam komparisi akta disebutkan seolah-olah para pihak berada/untuk sementara ditempat kedudukan Notaris tersebut?
  3. Adakah solusinya agar perbuatan Notaris tersebut tidak melanggar hukum?

Jawaban
Salam hormat, A di Jakarta.
Saudara A di Jakarta, terhadap pertanyaan saudara dapat saya jelaskan sebagai berikut:
  • Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN): Notaris adalah Pejabat Umum yang  untuk membuat akta otentik dan kewenagan lainnya sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang ini.berwenang
  • Pembuatan akta otentik dihadapan Notaris selain diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku juga karena dikehendaki oleh para pihak.
  • Jadi Notaris mempunyai kewenangan penuh dalam hal pembuatan akat-akta otentik sebagai bukti yang terkuat dan terpenuh sepanjang tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya, dan atau tidak dilarang oleh undang-undang/Peraturan perundang-undanganlainnya.
Notaris suatu Jabatan Publik;
  1. Sebagai Jabatan; UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris; Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara, untuk keperluan dan kewenangan tertentu; semua kewenangan notaris haruslah berdasarkan undang-undang/diatur dalam peraturan perundang-undangan;
  2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu; setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya (Pasal 15 ayat 1,2,3 UUJN; dst...)
Beberapa asas atau nilai yang harus dijaga seorang notaris yaitu :
  1. Jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
  2. Memberikan pelayanan sesuai dengan UU, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
  3. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta;
  4. Unsur professional lain “good faith”, taat pada kebenaran (fidelity, fairness and integrity); 
Pertanyaan pertama, apabila Notaris menjalankan pekerjaannya/membacakan aktanya di luar wilayah kerjanya, maka bertentangan dengan ketentuan UUJN, UU No. 2 Tahun 2014, Pasal 17 UUJN, Notaris Dilarang:
a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatan;
b. dst...
Dijelaskan pula dalam pasal 18 ayat (2) bahwa wilayah kerja/wilayah jabatan notaris meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Artinya, notaris tersebut berwenang untuk membuat akta sepanjang perbuatan hukum tersebut dilakukan masih dalam wilayah kerjanya, yang meliputi seluruh propinsi di tempat kedudukan notaris yang bersangkutan.
Sebagai contoh:
Seorang notaris yang berkedudukan di Jakarta Selatan, berhak untuk membuat dan membacakan akta di hadapan para pihak di seluruh wilayah Propinsi DKI Jakarta, Namun, dia tidak berhak untuk membuat/membacakan akta di luar DKI Jakarta, begitu sebaliknya, notaris diluar DKI Jakarta, dilarang membuat dan membacakan akta di seluruh wilayah DKI Jakarta. Yang dimaksud dengan “membuat akta” di sini adalah hadir di hadapan para penghadap (subjek perjanjian), membacakan dan menanda-tangani akta tersebut.
Begitupun terhadap PPAT, wilayah kerjanya hanya dibatasi sampai dengan satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.Kemudian, mengenai wilayah kerja PPAT, disebutkan dalam Pasal 12 ayat (1) PP 37/1998 bahwa daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Pasal 1868 BW : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Pasal 1869 BW : Akta otentik terdegradasi menjadi kekuatan pembuktian di bawah tangan dengan alasan:
  1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan;
  2. Tidak mempunyai pejabat umum yang bersangkutan;
  3. Cacat dalam bentuknya; atau karena akta Notaris dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
* Menjadi dasar untuk menggugat Notaris sebagai perbuatan melawan Hukum. 
Kedudukan Akta Notaris sebagai akta di bawah tangan/batal demi hukum; tidak berdasarkan akta Notaris, tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif, dalam hal ini: Syarat sah Perjanjian sesuai pada Pasal 1320 KUH Perdata; agar terpenuhi unsur Subjektif dan Objektif:
Unsur Subjektif:
  1. Kesepakatan kehendak atau Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Cakap;
Unsur Objektif:
  1. Perihal tertentu atau Mengenai suatu hal tertentu.
  2. Kausa yang legal atau suatu sebab yang halal.
Dalam kaitan dengan Kewenangan seorang Notaris dalam menjalankan profesinya, masuk dalam unsur Subjektif, yakni syarat adanya Wenang berbuat atau Kecakapan untuk membuat suatu akta.
Kewenangan bertindak:
  1. Ketidakwenangan absolut,
  2. Ketidakwenangan relatif,
  3. Kewenangan dengan persyaratan/kualifikasi.
Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (iusconstituendum). Wewenang notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa : yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan Lembaga yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.
Jika terbukti bahwa perjanjian/akta tersebut dibuat atas dasar suatu hal yang dilarang Undang-undang (Pasal 17 (a)), maka dalam hal ini Notaris tersebut dianggap tidak berwenang untuk membuat akta Notariil tersebut, maka aktanya tersebut tidak hanya menjadi akta dibawahtangan, namun juga dapat dibatalkan.
Pertanyaan kedua, Bagaimana kalau di dalam komparisi akta disebutkan seolah olah para pihak berada ditempat kedudukan Notaris tersebut?
Hal tersebut tentunya melanggar UUJN, Asas Kepatutan, bahkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), antara lain di dalam Pasal 16 UUJN, notaris itu harus jujur, seksama, mandiri dan tidak memihak. Sekarang beberapa penyidik sudah mulai cermat mencari celah cacat pada akta notaris, maka kita harus teliti dan membaca dan memahami betul UUJN, dan semua Peraturan perundang-undangan lainnya; di dalam UUJN sudah jelas dari kewajiban dan larangan, bentuk akta, cara merenvoi, membetulkan kesalahan ketik dengan berita acara, dan lain-lain.
Segala kejadian formal yang sebenarnya terjadi ya harus di tuangkan dalam akta, terkadang kita menggampangkannya saja, contohnya seorang notaris Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat, dalam kenyataannya tanda tangan dan pembacaan di wilayah DKI Jakarta, atau sebaliknya, tetapi dalam akta disebutkan seolah-olah para pihak di Kabupaten Bogor/tempat kedudukan notaris tersebut, jika akta terjadi masalah dan disidik oleh penyidik, dan dari keterangan saksi-saksi semua bilang tanda tangan di wilayah Jakarta dan semua penghadap tidak pernah sekali pun ke Kabupaten Bogor, bisa-bisa kita kena pidana karena apa yang kita ketik tidak sesuai kenyataannya (membuat atau memberikan keterangan palsu); jadi akta tersebut tidak hanya dapat dibatalkan, namun juga notaris yang bersangkutan dapat dipidana, dengan memberikan keterangan palsu.
*Adakah solusinya agar perbuatan Notaris tersebut tidak melanggar hukum ?
Adapun untuk mengatasi hal tersebut di atas agar tidak terjadi pelanggaran UU yang menyebabkan akta tersebut menjadi akta dibawahtangan, atau bahkan dapat dibatalkan, maka Pimpinan Bank yang berkedudukan di Jakarta tersebut memberikan surat kuasa kepada Pimpinan Bank (luar Jakarta), misalnya Kabupaten Bogor/tempat domisili notaris yang bersangkutan, dan Perjanjian Kredit, serta akta-akta asesoirnya (Akta Jaminan) ditanda-tangani di tempat keberadaan Notaris/PPAT setempat (sesuai wilayah kerja). Atau tetap menggunakan Notaris di Jakarta, tanda-tangan di Jakarta terhadap objek tanah yang di luar Jakarta/wilayah kerja PPAT, dengan menggunakan akta SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan), terhadap pengikatan jaminan yang objeknya di luar Jakarta/wilayah kerja PPAT tersebut, dan APHT tetap dibuat didaftarkan oleh PPAT tempat objek jaminan tersebut untuk didaftarkan di kantor pertanahan setempat dengan dasar akta Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut.

Yang membuat akta jual beli (AJB) tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan bukan notaris (lihat pasal 2 ayat [1] jo. ayat [2] PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah). Harga akta jual beli (AJB) di PPAT berbeda-beda di setiap daerah. Namun, harga AJB tersebut tidak boleh melebihi 1% dari  harga transaksi yang tercantum dalam akta (lihat pasal 32 ayat [1] PP No. 37 Tahun 1998).
Selain biaya AJB, biaya lain yang wajib dibayar adalah Pajak Penghasilan dan Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, sebesar 5% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Selanjutnya, ada biaya balik nama yang lazimnya berkisar sekitar Rp1,5-3 juta.

Berdasarkan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah Kabupaten atau Kota, dan mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Dengan kata lain, Notaris yang berkedudukan di Kabupaten Karanganyar memiliki wilayah jabatan untuk seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Akan tetapi, untuk melakukan pengurusan pengalihan hak atas tanah dengan jual-beli, yang berwenang melakukan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”), yaitu:
(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.    Jual beli;
b.    Tukar menukar;
c.    Hibah;
d.    Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e.    Pembagian hak bersama;
f.     Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g.    Pemberian Hak Tanggungan;
h.    Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Kemudian, mengenai wilayah kerja PPAT, disebutkan dalam Pasal 12 ayat (1) PP 37/1998 bahwa daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Karena itu, untuk pengurusan pengalihan hak atas tanah yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karanganyar, harus dilakukan melalui PPAT yang berkedudukan di Kabupaten Karanganyar.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pengurusan pengalihan hak atas tanah dengan cara jual-beli bukan dilakukan oleh Notaris, tetapi oleh PPAT. Kemudian, PPAT yang berwenang untuk membuat akta jual-beli tanah yang berlokasi di wilayah Kabupaten Karanganyar, adalah PPAT yang berkedudukan di Kabupaten Karanganyar.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar