Keterangan Waris

Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan ahli waris dari pewaris dalam proses pendaftaran baliknama waris atas tanah, maka berdasarkan pasal 111 ayat 1 C point 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut: “PMNA No.3/1997”), disebutkan bahwa surat tanda bukti hak yang bentuknya terdiri dari:
- Wasiat dari pewaris, atau
- Putusan Pengadilan, atau
- Penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau
- Surat keterangan waris
Siapa yang berwenang membuat keterangan waris?

- Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan Tionghoa, keterangan warisnya dibuat di hadapan Notaris
- Untuk penduduk pribumi, keterangan waris cukup dibuat di bawah tangan, yang disaksikan dan dibenarkan (disahkan) oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat setempat.
- Untuk WNI keturunan Timur Asing (India,Arab), yang berwenang membuat keterangan warisnya adalah Balai Harta Peninggalan (BHP).

Problema lain dalam pembuatan surat keterangan waris untuk pribumi adalah: tidak dilakukannya pengecekan wasiat terlebih dahulu oleh para ahli waris sebelum dibuatnya pernyataan ahli waris secara di bawah tangan.
Oleh karena itu, jika si pewaris ternyata pernah membuat wasiat secara diam-diam maupun terang-terangan di hadapan Notaris, namun tidak memberitahukannya kepada ahli warisnya atau orang lain, maka wasiat tersebut tidak akan pernah diketahui oleh ahli waris atau pihak lain yang nantinya akan melakukan pengalihan hak atas harta peninggalan pewaris. Bisa jadi tanah yang dijual oleh ahli waris sesuai keterangan waris sebenarnya sudah diwasiatkan kepada orang lain sama sekali (di luar ahli waris menurut undang-undang). Sehingga pewarisan berdasarkan surat keterangan waris untuk pribumi hampir selalu berdasarkan undang-undang tanpa mempertanyakan ada atau tidaknya wasiat dari pewaris.
Kondisi tersebut yang kadang menyeret Notaris/PPAT yang membuat akta peralihan hak warisnya dari seorang ahli waris kepada orang yang nama-namanya tercantum dalam Surat Pernyataan Ahli waris menjadi turut tergugat dalam kasus-kasus peralihan hak karena warisan. Karena posisi notaris benar-benar tergantung pada kejujuran para ahli waris yang hadir dan melakukan peralihan hak.
Saya pribadi berpendapat, bahwa yang berhak untuk membuat keterangan waris pribumi sebaiknya memang dikembalikan kepada kewenangan Pengadilan Agama dalam bentuk Fatwa Waris. Karena hal ini setidaknya memberikan entry barrier atau hambatan bagi orang-orang yang sekedar mengaku-ngaku sebagai ahli waris bisa memperoleh hak atas suatu warisan.

Jadi begini, pada prinsipnya keterangan waris dibuat sesuai dengan kondisi dari pewaris. Artinya, keterangan waris tersebut dibuat untuk ayahnya yang WNI keturunan atau untuk ibunya yang pribumi. Jika untuk ayahnya, tentunya Notaris yang berhak untuk membuat keterangan waris tersebut. Tapi kalau keterangan waris tersebut dibuat untuk ibunya, walaupun ahli warisnya adalah Shinta dan ayahnya yang WNI Keturunan, yang berwenang untuk membuat keterangan waris tetap Lurah – Camat.
Ada satu pertanyaan Meylanie lagi yang menggelitik saya, yaitu: “Kalau ayah gue yang WNI Keturunan dan ibu gue yang pribumi asli, apakah gue dianggap seorang WNI keturunan ataukah sudah menjadi pribumi?”
“Trus sampai keturunan derajat ke berapa WNI keturunan dianggap tetap sebagai “WNI keturunan”? Padahal walaupun ayah gue itu WNI keturunan, tapi sejak kakeknya kakek gue, semuanya warga Negara Indonesia lho. Masak sih kami selalu dianggap WNI Keturunan?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar