Selasa, 24 Maret 2015

Pengecualian Hak Guntai ( absente )

Dasar Hukum :
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Pasal 10 dan penjelasan bab II angka 7)
  2. Undang-Undang Nomor 56Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian jo. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti kerugian (Pasal 3)
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1977 tentang Pemberian Tanah pertanian Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri (Pasal 2 dan Pasal 6)
Pengertian:
Pemilikan tanah secara guntai (absentee) adalah pemilikan tanah pertanian yang pemiliknya bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah pertanian tersebut.
Latar belakang adanya larangan pemilikan tanah secara guntai (absentee) :
Larangan pemiliakn tanah secara guntai (absentee) pada prinsipnya dilarang karena melanggar asas nasionalitas yang terdapat dalam Pasal 9 ayat (1), menetukan bahwa, “Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan Pasal2”, dan pada ayat (2) menentukan bahwa, “Tiap-tiap Warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapatkan manfaat dan hasinya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Dalam Pasal tersebut dapat ditentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak memiliki hak atas tanah tanpa adanya pembedaan. Selain itu, dalam Pasal 10 UUPA ayat (1) menentukan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara tegas bahwa dilarang pemilikan tanah pertanian secara guntai (absentee), tetapi pasal ini dapat ditafsirkan demikian. Sejak awal telah dinyatakan bahwa pada Pasal 10 UUPA menentukan, “….. pada asasnya diwajibkan…..”, ini berarti pasal ini menghendaki adanya pengaturan yang lebih lanjut dan di dalamnya memungkinkan untuk dilakukan pengecualian-pengecualian. Ini dapat dilihat dari penjelasan UUPA pada bab II angka 7 yaitu menetukan bahwa peraturan pelaksanaan itu nantinya kiranya masih perlu membuka kemungkinan diadakannya dispensasi, contohnya Pegawai Negeri, yang untuk persediaan hari tuanya mempunyai tanah pertanian dan berhubungan dengan pekerjaannya tidak dapat memungkinkan dapat mengusahakannya sendiri, kiranya harus dimungkinkan untuk terus memiliki tanah tersebut selama iu tanahnya dapat diserahkan kepada orang lain untuk diusahakan seperti dengan perjanjian sewa dan bagi hasil, tetapi setelah ia tidak bekerja lagi, misalnya pension, tanah tersebut harus diusahakannya sendiri secara aktif.
Pengaturan lebih lanjut mengenai pengecualian pemilikan tanah secara guntai (absentee) yakni pada Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1964 yaitu pada Pasal 3. Dalam pasal terebut, menentukan bahwa mereka-mereka yang mendapatkan pengecualian untuk memiliki tanah secara guntai (absentee), yaitu:
  • Bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah, dengan syarat jika jarak antara tempat tinggal pemilik dan tanahnya masih memungkinkan untuk mengerjakan tanah tersebut secara efisien menurut pertimbangan panitia landreform daerah tingkat II;
  • Mereka yang sedang menjalankan tugas Negara, menunaikan kewajiban agama atau mempunyai alas an khusus lainnya yang dapat diterima oleh Menteri Agraria;
  • Bagi pegawai-pegawai negeri dan pejabat-pejabat militer serta yang dipersamakan dengan mereka yang sedang menjalankan tugas Negara.
Untuk Pegawai Negeri diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977, yaitu pada Pasal 2, yang menentukan pengecualian pemilikan tanah secara guntai (absentee) juga berlaku bagi pensiunan Pegawai Negeri dan janda Pegawai Negeri serta janda pensiunan Pegawai Negeri selama tidak menikah lagi. Bagi para Pegawai Negeri dan pejabat militer serta mereka yang dipersamakan dapat memiliki tanah secara guntai (absentee) sebatas 2/5 dari luas maksimum yang ditentukan untuk daerah yang bersangkutan. Dan khususnya bagi seorang Pegawai Negeri dalam waktu 2 tahun menjelang masa pension diperbolehkan membeli tanah pertanian secara guntai (absentee) seluas 2/5 dari batas maksimum penguasaan hak atas tanah untuk daerah tingkat 2 yang bersangkutan. Bagi mereka yang menjalankan tugas Negara, setelah masa tugasnya habis, ia diawjibkan untuk pindah ke kecamatan dimana letak tanah itu berada atau memindahkan hak milik atas tanah tersebut kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan dimana tanah itu terletak, paling lambat 1 tahun sejak masa tugasnya habis.
Tujuan pengaturan pelarangan pemilikan tanah secara guntai (absentee) dan pengecualiannya:
  1. Tujuan pengaturan pelarangan pemilikan tanah secara guntai (absentee) yaitu gar setiap orang atau badan hokum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian untuk mengusahakan atau mengerjakannya sendiri secara aktif, dan untuk mencegah terjadinya adanya tuan tanah atau pemilikan tanah oleh segelintir orang saja yang tanahnya ada dimana-mana, sehingga dapat menyebabkan ketimpangan social.
  2. Tujuan diadakannya pengecualian pemilikan tanah secara guntai (absentee) yaitu untuk melidungi hak-hak mereka yang sedang menjalankan tugas yang diberikan oleh negara dan agama yang menyebabkan mereka tidak dapat mengusahakan dan mengerjakan sendiri secara aktif sesuatu hak atas tanah pertanian yang dimilikinya. Sedangkan, bagi Pegawai Negeri yang 2 tahun menjelang pension diijinkan untuk memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee), menurut kami itu bertujuan agar Pegawai Negeri tersebut setelah dia pension dia masih memiliki sumber penghasilan yang dapat digunakan untuk penghidupannya dan keluarganya. Dan menurut kami, ini juga didasarkan atas perimbangan kalau Pegawai Negeri yang sudah pension, umurnya tidak muda lagi sehingga jika ingin melamar pekerjaan lain cenderung sulit. Selain itu juga, merupakan salah satu bentuk penghargaan kepada Pegawai Negeri karena dapat dikatakan abdi Negara. Sedangkan tujuan diberikan penegcualian bagi janda Pegawai Negeri untuk memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee) karena janda tersebut dianggap setelah sepeninggalan suaminya, ia tidak ada yang memberi nafkah sehingga ia diperbolehkan untuk memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee) yang dapat digunakannya untuk menopang kehidupannya dan keluarganya.
Kesimpulan :
Pengaturan mengenai larangan pemilikan tanah secara guntai (absentee) dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan. Permalahan utama mengenai pengecualian-pengecualinnya seperti pada pengecualian orang atau badan hukum dapat memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee) bila letak tanah tersebut dan tempat tinggal pemilik tanah tersebut berbatasan kecamatannya. Akan tetapi untuk saat ini jarak antara kecamatan satu dengan kecamatan lainnya tidak terlalu jauh malah terasa dekat, karena dengan adanya perkembangan di bidang transportasi yang semakin maju, sehingga memungkinkan oarng-orang yang tempat tinggalnya tidak berbatasan langsung dengan letak tanah pertanian untuk memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee) karena mereka masih dapat mengerjakan tanah tersebut secara aktif. Mengerjakan aktif di sini juga bukan berarti bahwa pemilik tanah tersebut harus mengerjakan atau menggarap sendiri tetapi dapat dengan melakukan perjanjian bagi hasil atau sewa menyewa ataupun mengupah orang lain untuk mengerjakan tanah pertanian tersebut. Untuk pengecualian yang lain seperti halnya hanya orang-orang tertentu yang dapat memiliki tanah secara guntai (absentee), ini juga dapat menyebabkan timbulnya kecemburuan social di dalam masyarakat karena hanya Pegawai Negeri dan angkatan bersenjata dan mereka yang dipersamakan serta janda Pegawai Negeri dan janda pensiunan Pegawai Negeri sajalah yang diperbolehkan untuk mempunyai tanah secara guntai (absentee), padahal seluruh Warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk diperlakukan secara sama dihadapan hokum, ini diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta semua Warga Negara Indonesia memiliki hak atas tanah tanpa adanya pembedaan (asas nasionalitas) yang ditentukan dalam Pasal 9 UUPA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar