Selasa, 25 Oktober 2016

PPH 25

PPh Pasal 25: Hal-Hal yang Mesti Anda Ketahui

Bagi pemilik usaha/pengusaha, baik usaha perorangan maupun badan usaha, salah satu ketentuan pajak yang harus dipahami dengan baik adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25). Pajak yang satu ini memberi kemudahan pembayaran pajak penghasilan dengan cara diangsur. Dengan begitu, Wajib Pajak tidak terlalu terbebani dengan ketentuan pajak terutang yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Inilah yang menjadi tujuan PPh Pasal 25 yang ingin bisa meringankan beban Wajib Pajak.
Perhitungan PPh Pasal 25 dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam bentuk SPT Tahunan. Karena sifatnya yang tahunan, penghitungan pajak akan didapat setelah adanya data penghasilan selama satu tahun tersebut. Untuk skala perusahaan, penghasilan tersebut hanya bisa dibuat setelah adanya laporan keuangan yang dilaporkan dalam tutup buku tahunan.
Bagaimana teknis pembayaran PPh Pasal 25 ini dalam praktiknya? Berikut ini penjelasannya.

Baca Juga: Pentingnya Asuransi Kendaraan Untuk Anda

PPh Pasal 25 Bisa Dibayar dengan Diangsur

Menghitung Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan via gurman.com

Agar Wajib Pajak tidak terlalu terbebani dalam pembayaran pajak, ada peraturan yang meringankan, yaitu dengan mekanisme PPh Pasal 25. Dalam PPh Pasal 25 dijelaskan bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka dengan pembayaran cicilan setiap bulan. Tujuan dari PPh Pasal 25 ini sangat jelas, yaitu untuk menghindari pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun pajak yang memberatkan. Meskipun demikian, pembayaran ini tetap harus dilakukan sendiri dan tidak boleh diwakilkan.

Ketentuan Mengenai Perhitungan PPh Pasal 25

Berdasarkan patokan umum yang sering digunakan, PPh pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT Tahunan pada tahun sebelumnya. Dengan ini, kita akan mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan tahun lalu. Tentu saja nantinya pasti ada selisih dan perbedaan dengan kondisi sebenarnya pada tahun pajak terakhir. Jika nantinya ditemukan selisih kekurangan, selisih tersebut dibayarkan sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan inilah yang dinamakan dengan PPh Pasal 29. Sebaliknya, jika ada kelebihan bayar, kondisi ini dinamakan sebagai restitusi dan wajib pajak bisa meminta kelebihan pembayaran atas pajak yang telah dibayarkan. Besarnya PPh Pasal 25 bisa dihitung lewat cara di bawah ini.

Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan Terutang sesuai dengan SPT Tahunan tahun sebelumnya dikurangi dengan kredit pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dibagi dengan 12 (atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak).
Adapun yang dimaksud kredit pajak (Pajak Penghasilan yang dipotong) dalam pasal-pasal di atas adalah sebagai berikut.
  1. PPh Pasal 21: Bagi yang memiliki NPWP, pembayaran kredit pajak sesuai dengan tarif (Pasal 17 Ayat 1) dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  2. PPh Pasal 22: Pungutan sebesar 100% bagi yang tidak memiliki NPWP.
  3. PPh Pasal 23: potongan sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah. Potongan 2% berdasarkan sewa, imbalan jasa, serta penghasilan lain.
  4. PPh pasal 24: Pajak penghasilah yang dibayarkan di luar negeri dan boleh dikreditkan sesuai ketentuan dalam pasal 24.

Cara Menghitung PPh Pasal 25 Untuk Kondisi-Kondisi Tertentu

Kadang kala dalam perhitungan PPh Pasal 25, ada hal khusus, seperti penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) hasil pemeriksaan, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan lain-lain. Untuk itu, perhitungan PPh Pasal 25 mengikuti ketentuan sebagai berikut.
  1. Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan batas waktu penyampaian SPT sama besarnya dengan PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak pada tahun sebelumnya. Apabila tahun pajak adalah tahun kalender (Januari–Desember), yang diartikan sebagai bulan-bulan sebelumnya adalah bulan Januari–Februari. Sebagai contoh, jika PPh Pasal 25 jatuh pada bulan Januari dan Februari 2012, PPh Pasal 25 sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2011.
  2. Jika dalam tahun berjalan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, besaran angsuran pajak dihitung berdasarkan SKP yang baru diterbitkan. Dan itu akan berlaku pada bulan berikutnya setelah SKP diterbitkan.

Kebijakan Mengenai Tarif PPh Pasal 25

Secara garis besar, penentuan tarif PPh Pasal 25 dibagi menjadi tiga kriteria.

1. Wajib Pajak kategori Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)

Wajib Pajak OPPT adalah siapa saja yang menjalankan usaha penjualan barang (grosir ataupun eceran) dan usaha jasa dengan satu tempat usaha atau lebih. Bagi OPPT, akan dikenakan PPh Pasal 25 sebesar 0,75% x omzet bulanan pada tiap-tiap tempat usaha.

2. Wajib Pajak kategori Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT)

Wajib Pajak OPSPT adalah karyawan atau pekerja bebas yang tidak memiliki usaha sendiri. Bagi yang masuk dalam kategori OPSPT, akan dikenakan Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh pada UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut.
  • >Rp50 juta = 5%
  • Rp50 juta – Rp250 juta = 15%
  • Rp250 juta – Rp500 juta = 25%
  • >Rp500 juta = 30%

3. Wajib Pajak Badan

Untuk WP Badan, tarif yang dikenakan adalah PKP x 25% Tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh seperti yang dijelaskan di atas dan Pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Baca Juga: 5 Bisnis Online yang Paling Laku

Kebijakan Lain yang Mengatur Wajib Pajak Badan

Tarif Pajak Penghasilan PPh
Menghitung Pajak via studeri.org

Selain dari ketentuan tersebut di atas, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang memiliki saham >40% yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memenuhi persyaratan lainnya berhak mendapatkan potongan 5% dari tarif yang telah ditetapkan. Hal ini selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto hingga Rp50 miliar mendapatkan fasilitas potongan sebesar 50% dari tarif 25% yang dikenakan atas PKP yang menjadi bagian dari peredaran bruto.
Tarif pajak badan yang dijelaskan pada pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dan UU Pasal 31 E yang dijelaskan di atas tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan Pasal 4 ayat 2 UU PPh. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Khusus untuk PP No. 46 Tahun 2013 ini, diatur tarif pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan atas peredaran usaha bruto bulan Januari–Desember 2015 dengan PPh sebesar 1%.

Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25 dan Cara Pembayarannya

Angsuran Pajak PPh Pasal 25 juga memiliki aturan terkait waktu pembayaran. Angsuran tersebut harus dibayarkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah bulan jatuh tempo. Misalnya, untuk pembayaran pajak bulan Februari 2015, angsuran PPh Pasal 25 harus dibayarkan maksimal tanggal 15 Maret 2015. Jika ternyata waktu penyetoran tersebut bertepatan pada hari libur nasional, Wajib Pajak bisa menyetorkan pada hari kerja berikutnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 184/PMK.03/2007 dan kemudian diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010.
Persyaratan dalam membayar angsuran pajak PPh Pasal 25 adalah penyetor wajib membawa Surat Setoran Pajak (SSP) ataupun dokumen sejenisnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-22/PJ/2008 yang diterbitkan pada 21 Mei 2008 yang lalu.
Setelah melakukan pembayaran, Wajib Pajak juga harus melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak. Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya. Melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak juga bisa ditunda pada hari kerja berikutnya apabila waktu pelaporan tersebut bersamaan dengan hari libur nasional.
Sebagai tambahan, pada era modern sekarang ini, kita bisa menghitung setor ataupun lapor pajak menggunakan fasilitas online. Anda bisa memanfaatkan aplikasi pajak yang terintegrasi dengan situs-situs yang menyediakan fasilitas tersebut. Layanan terintegrasi hitung, setor, dan lapor pajak bisa didapatkan secara gratis sebagai tahap awal. Selanjutnya, penggunaan aplikasi tersebut biasanya dikenakan biaya langganan. Meskipun demikian, biaya tersebut sangat murah dan mudah digunakan jika dibandingkan dengan cara manual. Apalagi jika Anda adalah perorangan yang melakukan usaha tertentu. Aplikasi hitung pajak online bisa sangat membantu Anda konsisten dalam membayar pajak.

Sanksi Keterlambatan

Wajib Pajak yang terlambat dalam membayar pajak akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan. Keterlambatan dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. PPh Pasal 25 bisa memberikan dampak positif bagi pemilik usaha. Selain itu, disisi lain, pemasukan sektor pajak dari PPh Pasal 25 ini cukup dominan dalam menambah pemasukan negara. Dengan membayar pajak tepat waktu dan sesuai ketentuan, Anda turut serta membangun iklim pertumbuhan usaha yang positif di tanah air.

Minggu, 23 Oktober 2016

Belenggu Kemiskinan

Yang ada, berawal dari tiada. Tiada menjadi ada dan yang ada akan kembali menjadi tiada. Sesuatu yang belum Anda punyai akan Anda punyai. Dan segala sesuatu yang Anda punyai sekali waktu tak lagi menjadi kepunyaanmu.
Filosofi ini sudah ditulis para filosof Barat dan Timur sejak era sebelum Masehi. Tetapi, tak banyak orang yang menyadari dan memercayainya. Esra Manurung, praktisi asuransi jiwa yang sudah belasan tahun berkiprah sebagai agen asuransi memercayai sepenuhnya dan mengimplementasikan dalam hidupnya.
Dari seorang yang berasal dari keluarga miskin, Esra bertumbuh menjadi miliuner. Sebagai seorang agen asuransi jiwa, ia sudah menggapai puncak tertinggi, yakni bagian dari "Million Dollar Round Table" (MDRT), kumpulan sejumlah elite agen asuransi kelas dunia tersukses di bidangnya. Selama 10 tahun terakhir, wanita ini memenuhi persyaratan MDRT dan bahkan meraih "Court of the Table" dan "Top of the Table". Jumlah mereka hanya 1 persen dari agen asuransi jiwa di dunia.
Uang dan hidup berkecukupan adalah sesuatu yang tidak ada pada orang miskin. Untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar pun mereka kesulitan. Tidak banyak dari mereka yang dalam perjalanan hidupnya berubah menjadi orang yang berkecukupan dan menjadi kaya. Umumnya orang miskin tetap hidup miskin karena dibelenggu cara berpikir yang keliru. Belenggu itu sudah berlangsung turun-temurun.
Mereka yang tetap hidup miskin, kata Esra, disebabkan oleh "belenggu" kemiskinan yang tidak mampu mereka lepaskan. Tak seorang pun yang mampu mengangkat belenggu itu dari diri si miskin selain si miskin itu sendiri. Lingkungan dan pihak lain hanya membantu.
"Kemiskinan itu tak ada terapinya sampai pemiliknya menyadari mental itu harus ditukar dengan mental baru," kata Esra dalam bukunya Selling with Attitude.
Dalam buku terbitan 2015 ini, Esra menulis tentang pengalamannya sebagai orang miskin, mulai dari kehidupan bersama orangtua dan adik-adiknya hingga tahun-tahun awal ia berkeluarga. Selama sekolah, Esra membiayai diri sendiri dengan memberikan les privat. Setamat kuliah, ia bekerja di bank. Hidupnya mulai berubah ketika ia bekerja di asuransi jiwa dan terutama ketika mengembangkan usaha sendiri sebagai agen asuransi.
Ada sejumlah belenggu kemiskinan dalam hidup manusia. Pertama, orang miskin selalu berpikir tidak bisa berubah dan mengerjakan sesuatu yang berat untuk memperbaiki hidup, untuk move to the next level. Mereka tak punya keyakinan bahwa nasibnya bisa berubah dengan kerja tekun, kerja keras, dan fokus.
Kedua, orang miskin selalu mengeluhkan nasibnya dan mempersalahkan pihak lain.
Ketiga, orang miskin tak punya harapan dan motivasi yang kuat akan perbaikan hidup. Orang yang tak punya harapan tak akan mungkin punya motivasi.
Keempat, orang miskin tak menyadari keberadaannya. Sukses berawal dari pengetahuan yang tepat tentang diri sendiri dan jujur mengakui semua kekurangan yang dimiliki. Setelah menyadari keberadaan diri, orang sukses berusaha mengubah keadaan dengan penuh keyakinan.
Kelima, orang miskin menganggap kekurangan dan kegagalan sebagai kelemahan yang tidak bisa diperbaiki.
Melatih DiriBerbekal sikap mengakui kenyataan akan kekurangan, orang sukses bergerak maju. Mereka tidak sekadar bertahan hidup, melainkan bertumbuh dan terus bertumbuh. Mereka belajar dan melatih diri untuk mengatasi kekurangan dalam pengetahuan dan keterampilan. Tidak memiliki networking dan bantuan orang lain, bukan alasan untuk tidak maju. Jaringan baru bisa diciptakan. Bantuan orang lain bisa didapatkan ketika Anda mulai bergerak memperbaiki nasib.
Strategi bisa dipelajari. Selama ada harapan dan motivasi, Anda akan mampu mendapatkan strategi jitu dalam memperbaiki nasib, baik dari buku, guru, pergaulan, dan pengalaman. Pengalaman tak akan memberikan arti apa-apa jika kita tidak belajar dari pengalaman. Tanpa mempelajari serius, pengalaman akan datang dan pergi seperti angin.
Jangan pernah takut tidak punya guru dan pemimpin. Selama pikiran Anda terbuka untuk belajar, guru akan datang dari seluruh penjuru mata angin. Masalah terletak pada diri Anda, apakah mau mendengarkan orang lain dan belajar dari semua orang. Di luar pemimpin formal, ada banyak pemimpin informal di sekitar Anda. Dan dalam mengambil keputusan untuk masa depan, Andalah pemimpinnya.
Tidak ada satu pun manusia yang tidak punya apa-apa. Meski ada kekurangan, bahkan banyak kekurangan, setiap manusia punya talenta, punya modal, punya kemampuan. Yang masalah adalah mereka yang tidak punya kesadaran akan kemampuan yang dimiliki. Jika kita tidak memilikinya, fasilitas umum bisa dipakai.
"Sampah pun bisa membuat Anda berhasil," ujar Esra.
Kemiskinan bisa ditinggalkan dengan keberanian melepaskan diri dari belenggunya. Belenggu utama adalah pola pikir yang salah. Jika Anda yakin Anda bisa melaksanakan sesuatu, Anda akan bisa melaksanakannya. Bila Anda yakin bisa melepaskan kemiskinan, Anda akan meninggalkan kehidupan yang miskin. Dan terus mencari dan mencari, sekali waktu ia akan mendapatkannya.
Jika Anda sudah memiliki kekayaan materiel, kata Esra, jangan lupa, bahwa yang ada itu juga akan tiada. Kekayaan materiel bisa lenyap, tetapi budi baik Anda akan tetap abadi. Karena itu, tangan Anda hendaknya terus terulur untuk memberikan bantuan kepada sesama yang kekurangan dan yang tertinggal.

Jumat, 21 Oktober 2016

PPH 21 Gross Up

Setiap perusahaan yang diwajibkan menghitung, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 21 karyawannya. Beda perusahaan beda pula metode yang digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21. Pada dasarnya terdapat 3 metode penghitungan PPh Pasal 21 yang dapat di terapkan perusahaan dalam menghitung PPh 21 Karyawan yaitu:
  1. Net Method yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya
  2. Gross Method yaitu metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
  3. Gross Up Methode yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa metode gross up dimana jumlah tunjangan pajak dan jumlah pajak yang harus dibayar sama besar dapat di ilustrasikan sebagai berikut.

        Penghasilan                             = X
        Tunjangan Pajak                      = 100 
        Total penghasilan bruto           = 100+X
        Pengurang:
         - Biaya Jabatan      :
         - Biaya Jamsostek  :           
        Total Pengurang Penghasilan  = Y    
        Jumlah Penghasilan Neto         = 100+X–Y
        PTKP                                        = Z      
        PKP                                          = 100+X–Y–Z
        PPh terhutang                          = 100

Dalam Menghitung PPh Pasal 21 tarif yang digunakan adalah tarif progresif berdasarkan pasal 17
UU No 36 Tahun 2008 yaitu:

Bagaimana rumus matematis PPh 21 Gross Up?
Secara matematis untuk menghitung PPh Gross Up tersebut adalah sebagai berikut:

       Lapisan 1 : Untuk PKP 0 - 47.500.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 0) x 5/95 + 0
       Lapisan 2 : Untuk PKP 47.500.000 - 217.500.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 47.500.000) x 15/85 + 2.500.000
       Lapisan 3 : Untuk PKP 217.500.000 - 405.000.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 217.500.000) x 25/75 + 32.500.000
       Lapisan 4 : Untuk PKP > 405.000.000
                         Tunjangan PPh = (PKP setahun - 405.000.000) x 30/70 + 95.000.000
Contoh Kasusnya sebagai berikut:
Muthia Rianty berkerja sebagai dokter dengan gaji per bulan 25jt dengan status kawin TK/0, JKK & JKM  0,54% dari gaji sedangkan JTH 2% dari gaji. Hitunglah berapa tunjangan pajak yang harus diberikan per tahun jika PPh 21 dihitung berdasarkan metode gross up?

PKP nya adalah 265.320.000 maka masuk dalam kelompok lapisan 3
Maka PPh 21 yang terhutang adalah
       
Pembuktian kebenaran

jadi terbukti bahwa tunjangan pajak yang harus diberikan 48.440.000

So, Bagaimana membuat rumus PPh 21 Gross Up di excell?
Terdapat 2 metode yang dapat kita dilakukan, yaitu
1. Mengaplikasikan Formula Matematis Ke Excel
    Dengan soal yang sama dengan contoh diatas

Ditemukan hasil yang sama dengan contoh, formula yang digunakan adalah:

2. Mengaktifkan iterative calculation
==>Salah satu  cara yang paling mudah untuk menghitung PPh 21 Gross Up adalah dengan mengaktifkan iterative calculation. Mode ini dapat diaktifkan dengan cara:
             Pilih File > Excel Option>Klik Tab Formuls>Cheklist Enable iterative calulation
 Setelah mengaktivakan iterative calculation, cara pengaplikasian mode ini adalah sebagai berikut:
Sama halnya dengan contoh pertama kita masih menggunakan soal yang sama:
Dari soal tersebut akan ditemukan PPh 21 sebelum di Gross Up adalah:
Untuk Mencari PPh 21 Gross Up bagaimana?
Mudah saja, tinggal masukan formula berikut pada cell tunjangan dalam hal ini adalah D2
Dengan telah diaktifkannya Interation Calculation maka, akan ditemukan hasil sebagai berikut:
Jadi, seperti itulah 2(dua) cara yang dapat dilakukan untuk menghitung PPh Pasal 21 Gross Up dengan menggunakan excell. Baik metode pertama maupun metode kedua memperoleh hasil yang sama yaitu 48.440.000. Tidak ada perbedaan hasil dengan menggunakan kedua metode tersebut.