Jumat, 04 Desember 2015

Karir Dosen

Setiap pegawai negeri memiliki hak dan kewajiban untuk mengajukan proses kenaikan pangkat ataupun jabatan. Untuk dosen ada 2 jenis kenaikan jabatan yakni jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural berhubungan dengan jabatan-jabatan yang diamanahkan terhadap seorang pegawai seperti kajur, dekan, rektor, pembantu dekan dan lain-lain. Jabatan fungsional berkaitan dengan  fungsi dan kegiatan yang telah dilakukan oleh seorang dosen. Jenjang jabatan fungsional seorang dosen menurut peraturan yang berlaku saat ini meliputi asisten ahli, lektor, lektor kepala dan guru besar/profesor. Untuk naik ke tingkat jabatan tertentu tidak bisa dilakukan secara otomatis namun harus memenuhi syarat dan melakukan kegiatan sesui peraturan yang ada di http://www.bauk.its.ac.id/rangkuman.html dan http://www.bauk.its.ac.id/tabelrincian.htm
Salah satu target tahun ini adalah naik jabatan ke lektor.  Sepertinya kreditku (KUM) sudah memenuhi untuk bisa naik jabatan lektor dari jabatan asisten ahli yang aku dapatkan pada bulan mei 2006.
Itung-itung ah, siapa tahu bisa bermanfaat buat temen yang lagi ngurus pangkat juga. Langkah-langkah yang harus aku lakukan adalah :
1. List semua dokumen bukti kegiatan dan persyaratan untuk kenaikan jabatan.
2. Ajukan ke bagian kepegawaian
3. Lakukan monitoring sampai proses kenaikan jabatan selesai.
Langkah pertama:
1. Kumpulkan dokumen persyaratan kenaikan jabatan yang meliputi :
– Fotocopy (FC) SK kenaikan pangkat terakhir
– FC DP3 2 tahun terakhir (ini biasanya dapat dari atasan)
– FC Karpeg/kartu pegawai
– FC Penilaian Angka Kredit Terakhir
– FC SK Jabatan Terakhir
2. Mendaftar kegiatan apa saja yang telah dilakukan dan hitung nilainya serta sertakan dokumen pendukungnya. Beberapa kegiatan yang sempat terdaftar dalam listku setelah TMT asisten ahli antara lain:
1. Kuliah S2 lulus 2008 (Kum A, nilai = 50)
2. Penulis makalah (penulis utama) di jurnal ilmiah terakreditasi Jurnal Teknologi dan Manajemen informatika Unmer malang pada bulan november 2008 dengan judul pembangunan ontologi dan Pengekstrakan Pengetahuan Baru dengan SWRL untuk Kelompok Bermain Menggunakan Protege (Kum B, nilai = 25)
3. Penulis pertama makalah ilmiah  pada seminar ICTS 2006 dengan judul Apllication of LIFO, FIFO and Sum Average Method in Inventory Controling (Kum B, nilai 15)
4. Penulis pertama makalah ilmiah pada seminar SITIA mei 2006, dengan judul Studi Perbandingan Pendekatan Terstruktur Menggunakan Metodologi SSADM, STRADIS, dan YSM: Studi kasus sistem informasi Program Pena Bangsa Yayasan Dana Sosial Al-falah (Kum B, nilai = 6) 
5. Penulis pertama makalah ilmiah pada ICTS 2007 dengan judul “An ontology based approach for searching neighborhood Building” (Kum B, nilai 15)
6. Penulis pertama makalah ilmiah pada seminar EECIS 2006 di universitas Brawijaya Malang dengan judul “Sistem Informasi Penilai Kinerja Tenaga Perawat dengan Metode Angka Kredit di Rumah Sakit Karang Tembok Surabaya” (Kum B, nilai 6)
7. Penulis pertama makalah ilmiah pada seminar SESINDO 2008 yang diadakan oleh jurusan Sistem Informasi ITS, dengan judul “Sistem Manajemen Pengetahuan Berbasis Ontology untuk Industri
Perakitan di Jawa Timur” (Kum B, nilai 6)
8. Penulis kedua makalah ilmiah pada seminar sesindo 2008 dengan judul Sistem Informasi Otomatisasi Administrasi Seminar (Kum B, nilai 2)
9. Instruktur di pelatihan komputer dan kewirausahaan untuk masyarakat indonesia di Taiwan, 2008 (Kum C, nilai 5)
10. Peserta di seminar Internasional ICTS 2008 (Kum D, nilai 1)
11. Peserta Pelatihan E-learning P3AI-ITS 2008 (Kum D, nilai 1)
11. Mengajar semester gasal 2008/2009 sebanyak 14 SKS (nilai 6,5)
12. Sebagai ketua penguji seminar TA beberapa mahasiswa dan juga anggota dewan penguji seminat TA beberapa mahasiswa (Kum A, nilai 4)
13. Pembuatan modul ajar penerima PHK A3 untuk 3 mata kuliah) (Kum B, nilai 5)
14. Menjadi PIC peningkatan minat baca pada PHK A3 Jurusan Teknik Informatika ITS (Kum D, nilai 1)
15. Anggota Panitia UAS semester gasal 2008/2009 (Kum D, nilai 1)
Total nilai sejauh ini kurang lebih : 135 dengan rincian :
1. KUM A (pendidikan dan pengajaran) :  54
2. KUM B (Penelitian) : 74
3. Kum C (Pengabdian Masyarakat) : 5
4. Kum D (lain-lain) : 2
Jika Kum asisten ahli adalah 100 dan untuk menjadi lektor 200 perlu nilai 100 maka paling tidak nilai 135 sudah mencukupi. Contoh proses penilaian diatas sudah mengikuti aturan penilaian seperti yang tersebut di website BAUK ITS. Semoga setiap kegiatan yang saya lakukan mendapat ridho dan berkah Allah amien :)
Hayo siapa yang mau naik jabatan itung-itung yuk, lumayan lho kalau disetujui bisa dapat tunjangan jabatan :D buat menambah dana elpiji dapur.

PANGKALAN DATA PENDIDIKAN TINGGI
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Persyaratan Usulan Data Dosen Daftar Berita

Created on Mar 11 2015 11:48:11:360PM. 119547 reads
A. PERSYARATAN UMUM NIDN BARU

NIDN baru dapat diperoleh melalui pengajuan NIDN baru dan perubahan NUPN ke NIDN . Berikut ini persyaratan umum untuk pengajuan NIDN baru.
1. Warga Negara Indonesia sehat jasmani dan rohani
2. Melampirkan dokumen persyaratan yang telah di tentukan sebelumnya dan dinyatakan VALID dari hasil
validasi yang dilakukan oleh Ditjen Dikti.
3. Diangkat sebagai dosen tetap maksimal berusia 50 tahun (Permendikbud No 84 tahun 2013)
4. Memiliki kemampuan Bahasa Inggris dan kemampuan dasar akademik (TKDA )dengan nilai paling rendah :
- TOEFL (PBT = 510, CBT = 175, IBT = 60), IELTS = 5.5, TOEP = 55
- Tes Kemampuan Dasar Akademik (TKDA)= 55, dibuktikan dengan sertifikat yang masih berlaku dan
dikeluarkan oleh lembaga yang kredibel.
5. Tidak berstatus sebagai pegawai tetap pada instansi lain, meliputi :
- PNS Non Dosen (PNS Pemkot/Pemda, POLRI, TNI, PNS Kementerian/Lembaga Negara selain PNS Dosen)
- Guru tetap/tidak tetap,
- Pegawai BUMN,
- Pensiunan PNS (dosen/non-dosen)
- Anggota aktif partai politik dan Legislatif( DPR/MPR/DPRD/DPD)
- Konsultan, Pengacara, Notaris,Apoteker
6. Status kemahasiswaannya terdaftar di PDPT untuk lulusan setelah tahun 2002

B. PERSYARATAN DOKUMEN AJUAN
1. NIDN Baru
a. NON PNS
- KTP Terbaru yang masih berlaku, berwarna (bukan photocopy)
- SK sebagai Dosen Tetap Ketua Yayasan/Ketua BPH yang memuat hak dan kewajiban antara calon dosen
dengan yayasan
- Ijazah Lengkap (mulai S-1/D-4), Bagi Lulusan PT Luar Negeri disertakan SK Penyetaraan dari DIKTI / PTN yang
ditunjuk DIKTI (legalisir untuk ijasah terakhir)
- Surat Pernyataan sesuai dengan SK Dirjen Dikti Nomor : 108/DIKTI/Kep/2001.
- Jika memiliki Jabatan Fungsional, maka wajib melampirkan SK Jabatan Fungsional terakhirnya.
- Sertifikat TKDA dan TOEP

b. PNS DOSEN
- Ijazah Lengkap (mulai S-1/D-4), Bagi Lulusan PT Luar Negeri disertakan SK Penyetaraannya yang dikeluarkan oleh
DIKTI atau PTN yang ditunjuk (legalisir legalisir untuk ijasah terakhir)
- SK sebagai PNS/CPNS sebagai Dosen Tetap

c. DOSEN ASING
- SK sebagai sebagai dosen yang dikontrak minimal 2 tahun
- Photocopy Pasport dan Visa
- Ijasah lengkap minimal S3/Doktor

2. PERUBAHAN NUPN ke NIDN
- Sama seperti mengajukan NIDN baru

3. NUPN Baru
- SK dari Yayasan/Pimpinan PT sebagai Dosen Kontrak/Tidak Tetap
- Ijazah lengkap (mulai S-1/D-4), bagi lulusan PT luar negeri disertakan SK penyetaraan
dari DIKTI atau PTN yang ditunjuk DIKTI (legalisir legalisir untuk ijasah terakhir)
- Surat pernyataan dosen yang bersangkutan yang sesuai dengan SK Dirjen Dikti Nomor : 108/DIKTI/Kep/2001.
- Melampirkan SK jabatan fungsional dosen (jika ada)
- KTP Terbaru, berwarna (bukan photocopy)

4. PERUBAHAN DATA DOSEN
i. Data Pokok
- Dokumen penunjang disesuaikan dengan perubahan.
Contoh : penambahan gelar master, maka yang wajib dilampirkan adalah ijasah S2 - perubahan nama,
maka bukti yang dilampirkan dapat KTP atau ijasah - perubahan jabatan fungsional,
maka dilampirkan sk jafungnya

ii. Pindah Homebase Intra PT (intern)
- Dosen NON PNS dan PNS PTN : SK/Surat penempatan di program studi dari pimpinan perguruan tinggi
- Dosen PNS DPK : SK/Surat mutasi yang dikeluarkan oleh kopertis

iii. Pindah Homebase Antar PT (extern)
- SK Lolos Butuh dari PT Lama
- SK Dosen Tetap PT Baru yang memuat hak dan kewajiban antara calon dosen dengan yayasan
- Surat Pernyataan sesuai dengan SK Dirjen Dikti Nomor:108/DIKTI/Kep/2001
- Rekomendasi Kopertis, Jika berbeda atau antar kopertis maka surat rekomendasi kopertisnya
dikeluarkan oleh kedua kopertis tersebut (kopertis awal dan tujuan)

5. Klaim Dosen
- SK Dosen Tetap
- Ijasah Lengkap
- KTP terbaru berwarna (bukan photocopy)
 
Dunia akademik memasuki babak baru. Kalau tak ada rintangan, maka ini kabar gembira bagi para dosen berdedikasi, namun sekaligus “kabar menarik” bagi para rektor PTN-BH (Badan Hukum) dan tentu saja pengelola yayasan PTS (Perguruan Tinggi Swasta).

Kabar gembira bagi para dosen, karena “peta pasar” tenaga akademik memasuki babak awal perubahan. Dosen akan menjadi rebutan, “harganya” akan naik, kualifikasi wajib ditingkatkan. Namun ini tentu hanya berlaku bagi dosen yang punya karya dan panggilan yang pas sebagai akademisi yang bersungguh-sungguh menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi.

“Kabar menarik” bagi para rektor PTN-BH adalah karena dosen-dosen PTN yang tak diberi imbalan layak akan sangat mungkin pindah. Ini berarti para rektor harus bekerja lebih keras mencari dana-dana baru di luar uang kuliah yang dibayar para mahasiswa. Artinya para rektor harus lebih entreprenerial. Bila tidak, maka kampusnya akan ketinggalan zaman, biaya riset, perawatan dan kegiatan mahasiswa bisa dikorbankan, dan reputasinya menjadi pertaruhan besar.

Karakter Lama
Untuk jelasnya, saya mulai dulu dengan analisis From-To dari geliat perubahan ini. Kita mulai dari “From”-nya, yaitu tenaga akademik di masa lalu.

Begini, dulu, lulusan S1 boleh mengajar di program studi S1, bahkan boleh diklaim sebagai dosen untuk berbagai program studi di satu kampus. Ia diberi honor per SKS, di samping ada yang terima gaji tetap, walau jumlahnya tak seberapa.

Saya ingat, dulu saya memulai karir sebagai asisten dengan honor Rp 15.000,-  per bulan. Itupun dirapel enam bulan sekali. Padahal saat itu gaji pegawai lulusan S1 sudah mencapai sekitar Rp 750.000-Rp 1.250.000 per bulan.

Kalau sudah senior, lumayanlah. Bisa mencicil kendaraan roda empat yang paling murah. Tetapi dosen harus bekerja keras cari sekolah lanjutan sendiri. Akibatnya, banyak yang nyambi di sana-sini dan tak menulis karya ilmiah. Satu orang bisa mengajar di tiga hingga lima kampus, antara lima hingga dua belas mata kuliah supaya bisa hidup layak.

Tambahan pula, dulu usia berapa saja bisa menjadi dosen. Bahkan pensiunan PNS pun bisa. Pegawai BUMN  atau anggota TNI/Polri pun tak masalah. Status dosen tak tetap sudah cukup menggiurkan.

Lantas Bagaimana Sekarang?

Coba bukalah Permendikbud No 84/2013 yang dikeluarkan Mendikbud 12 Juli 2013. Ini adalah turunan dari UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Di sana Anda akan menemukan konsep penataan Perguruan Tinggi yang memberi value yang lebih baik bagi para dosen. Namun ingat implicitly, saya melihat ini juga sekaligus menantang bagi para rektor.

Bagaimana penjelasannya? Inilah “To” nya (dan analisis”From-To” tadi).

Di perguruan tinggi negeri, ada dosen-dosen tetap berstatus PNS, dan non PNS. Lalu di PTS, dosen-dosen lebih diarahkan pula menjadi dosen tetap. Nah, dosen-dosen tetap ini tidak bisa lagi mendaftar di beberapa kampus. Mengapa begitu?

Dosen-dosen itu akan memperoleh NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional, untuk yang sudah S2) atau NIPN (Nomor Induk Pengajar Nasional, untuk dosen- dosen yunior). Nah nomor induk itu bersifat eksklusif, hanya bisa dipakai untuk satu kampus saja sehingga memberikan dorongan kampus untuk merekrut dosen tetap.

Nah jumlah dosen tetap ber NIDN ini kelak akan sangat menentukan penilaian akreditasi yang mencerminkan reputasi dan kualifikasi akademis dan manajemen program studi.

Lalu apa yang akan terjadi?

Karena semua dosen yang memiliki NIDN dan NIPN (sebagai jaminan kariernya) akan terdaftar dalam data base PDPT (Pusat Data Perguruan Tinggi), maka mereka tidak bisa diklaim di universitas lain, atau bahkan program studi lainnya dalam universitas yang sama. NIDN ini bisa dipindah, walaupun biasanya dihambat oleh kampus homebased-nya, kecuali jika si dosen memang tak diinginkan lagi. Jadi mungkin saja kelak akan muncul masalah hukum yang panjang,

Tambahan pula menurut peraturan baru itu, untuk mengurus NIDN, seseorang tak bisa lagi melakukannya bila sudah lewat usia 50 tahun (kecuali anda mempunyai kualifikasi/kompetensi khusus). Padahal, dulu banyak PNS yang baru mengambil program doktor menjelang pensiun dan menjadi dosen setelah pensiun (diatas 55 tahun).

Jadi anda harus berkarier sebagai dosen sedari muda, jangan tunggu kalau sudah bergelar doktor atau menjelang pensiun. Ingat, dosen itu ada jenjang jabatannya. Dan semua ada nilai ekonomi dan reputasinya.

Ini belum cukup. Dosen-dosen yang mengurus NIDN pun harus mempunyai kemampuan akademik (TKDA, Tes Kemampuan Dosen Akademik) dan bahan Inggris (TOEFL minimal 510, PBT). Bayangkan bila sudah uzur baru ikut ujian TOEFL, dijamin sulit lulus.

Lalu orang-orang yang mempunyai status sebagai pegawai BUMN, PNS pada kementerian /pemerintahan kota/ kabupaten, pegawai/anggota Polri/ TNI, anggota aktif parpol dan legislatif, konsultan hukum, pengacara, notaris dan apoteker pun tak bisa mendapatkan NIDN. Mereka harus fokus.

Ini berarti, akan terjadi market shrinking. Populasi pasar tenaga akademis yang bisa menjadi dosen tetap akan lebih tersaring, lebih selektif, mengerucut. Menjadi lebih muda,  berpendidikan,  tertata, kariernya lebih jelas, lebih fokus, dan jenjang akademisnya lebih dihargai. Dan tentu  harganya akan lebih mahal.

Kampus-kampus PTS yang ingin mengejar reputasi dan akreditasi yang  tinggi, tentu akan mengejar status dosen tetap. Memperebutkannya dari “pasar” tenaga akademik yang akan lebih terbatas. Itu pun mereka  memilih yang lebih melayani,  punya panggilan Tridharma perguruan tinggi yang kuat, dan disiplin.

Artinya, perpindahan dosen antar kampus, sekalipun akan dihambat, tak lagi dapat dihindarkan. Semua terpulang siapa yang bersedia memberi “tempat yang lebih layak”, lebih kompetitif, lebih manusiawi, lebih punya reputasi, dengan mahasiswa yang berkualitas, dan  memberi ruang bagi kebebasan mimbar akademik.

Dalam pengurusan NIDN pun, ada ketentuan bahwa dosen harus menunjukkan surat pengangkatan yang mencerminkan bahwa ia diberi imbalan yang layak (di atas KHM), jaminan hari tua dan kesehatan. Bahkan hak untuk mendapatkan promosi dan penghargaan, dan kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya, serta kebebasan berserikat dinyatakan dalam ketentuan itu.

Tantangan Bagi Rektor dan Konglomerat

Badan pengelola PTS (yayasan) tentu perlu berpikir lebih keras untuk menyediakan sumber sumber dana baru untuk mempertahankan dosen-dosen berkualitas. Demikian juga bagi PTNBH perlu bekerja lebih cerdas menggali dana-dana baru di luar BOP (Biaya Operasional Pendidikan) yang dibayar mahasiswa.

Kalau semua beban dialihkan pada peserta didik, maka universitas  akan kesulitan mendapatkan bibit –bibit unggul. Dan tentu saja akan bertentangan dengan semangat keadilan, dan akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kalau tidak, dana-dana penelitian dan perawatan, fasilitas laboratorium dan kegiatan kemahasiswaan bisa terancam dialihkan. Ini tentu bukan pilihan tepat.

Kebijakan ini, di satu pihak, adalah baik bagi para akademisi dan dunia akademik, sekaligus bisa menumbuhkan budaya ilmiah. Dosen juga  akan jauh lebih dihargai. Tekanan ini sesungguhnya baik untuk melahirkan kehebatan baru bagi organisasi universitas. Namun di lain pihak ini juga menandakan era baru leadership perguruan tinggi yang lebih menantang.

Dan tentu saja, hal ini menjadi tantangan bagi para taipan dan konglomerat yang belakangan begitu bergairah membuka kampus dengan namanya sendiri. Bukankah lebih baik bekerjasama dengan PTN saja, dengan dana-dana CSR yang lebih “gres”. Di sana Anda pun dapat menaruh nama Anda pada berbagai event atau bahkan gedung seperti yang sudah dilakukan di berbagai kampus bereputasi tinggi di negara-negara maju.

Mengelola sendiri PTS, akan menjadi jauh lebih mahal, boros, dan belum tentu dapat mencapai visi-misi pribadi. Apalagi bila gagal menempatkan orang-orang yang tepat dalam yayasan. Inilah kasus yang tengah terjadi di banyak yayasan milik para taipan, yang maaf, organisasinya “dibajak” oleh orang-orang yang bukan pendidik. Coba deh periksa lagi.



Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul "Self Driving": Merubah mental passengers menjadi drivers.
 
Semua profesi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya, pun menjadi dosen. Salah satu hal baik menjadi dosen di Indonesia adalah kemudahannya menjadi dosen tetap/ tenure. Di beberapa negara lain, tak mudah menjadi dosen tetap. Kawan-kawan saya yang bergelar Doktor di Jepang atau Perancis, misalnya mesti mengikuti post-doc dulu, menerbitkan disertasi-nya menjadi buku, baru bisa melamar menjadi dosen tetap, itupun kalau ada lowongan (kabarnya semakin jarang). Kompetisi-nya juga cukup ketat karena portofolio di bidang akademik seperti publikasi ilmiah amat menentukan. Kalaupun ada kasus master menjadi dosen tetap, ini hal yang amat langka sekali, mungkin hanya untuk orang-orang cemerlang saja.
ADVERTISEMENT
Di indonesia, syarat menjadi dosen hanya bergelar master saja. Bahkan beberapa tahun lalu, orang bergelar sarjana bisa menjadi dosen tetap. Aku-pun menjadi dosen tetap PNS ketika masih sarjana dan kemudian melanjutkan kuliah S2 dan sekarang S3 dalam status sebagai dosen tetap. Artinya titik berangkat menjadi dosen di Indonesia jauh lebih mudah daripada di negara lain yang saya ketahui.
Dalam kondisi semacam ini, tentu saja wajar jika kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain yang semua dosennya bergelar Doktor. Hal ini nampaknya disadari pemerintah dengan menggelontorkan beasiswa S2 dan S3 baik di dalam dan luar negeri. Jumlah beasiswanya amat banyak, kabarnya kuota tak pernah tercapai. Namun sayang, pengelolaan beasiswa-nya berjalan buruk, datangnya uang sering terlambat dan banyak ketidakpastian informasi. Walaupun begitu, jumlah penerima manfaat (baca: beasiswa) dari pemerintah cukup besar, sampai tahun 2012, tercatat 29.632 dosen/calon dosen sedang disekolahkan di dalam negeri dengan berbagai skema dan 3662 dosen/calon dosen juga sedang disekolahkan ke luar negeri dengan berbagai skema. (studi.dikti.go.id)
Artinya akan ada lonjakan dosen bergelar master dan doktor dalam beberapa tahun ini, sedangkan diharapkan tak ada lagi dosen bergelar sarjana. Oh ya, silahkan baca data dosen berdasarkan pendidikan disini. 
Namun Dosen di Indonesia memang menghadapi persoalan yang tak mudah untuk menghasilkan performance yang baik.
Diluar buruknya fasilitas, perpustakaan atau seringnya tak ada meja kerja bagi dosen (di beberapa banyak kampus), persoalan yang cukup sering dibahas memang soal  penghasilan. Hal ini sudah bolak-balik dibahas di berbagai forum. Terakhir seorang dosen PNS bergelar master lektor IIId diomeli dan dianggap tidak bersyukur karena mengeluhkan gaji-nya yang lebih kecil dari tukang sampah dan penjaga apartemen di perancis. Aku juga pernah menuliskan perbandingan menjadi dosen di indonesia dan malaysia di sini.
Seberapa besar/kecil-kah gaji dosen di Indonesia?
Gaji pokok seorang dosen di Indonesia sama kecilnya dengan PNS lain di Indonesia. Silahkan dilihat disini, golongan satu dan dua PNS di Indonesia lebih kecil dari UMR beberapa Provinsi di Indonesia. kalau dosen pengangkatan pertama IIIb MKG 0 tahun ya gaji pokoknya Rp. 2.278.900, beberapa puluh ribu diatas UMP Jakarta ;). Memang ada tambahan tunjangan beras/istri/anak, jumlahnya beberapa ratus ribu saja. Silahkan bandingkan dengan gaji pertama beberapa perusahaan swasta/bumn berikut disini. Oh ya, ada juga sih beberapa kampus swasta yang menggaji dosennya dengan standar perusahaan swasta yang baik, gaji pertamanya sekitar tiga atau empat kali gaji pertama dosen PNS di Indonesia.
Hmm tapi sejujurnya, dibandingkan dengan pekerjaan lain, dosen adalah pekerjaan yang menarik. Cepat atau lambatnya karir seorang dosen, lebih tergantung dari kapasitas dan produktivitasnya. Semakin produktif menghasilkan karya ilmiah, terutama di Jurnal terakreditasi dikti atau jurnal internasional, semakin cepat laju karirnya.
Seorang dosen di Indonesia memiliki empat jenjang jabatan fungsional (Jafung)/ jabatan akademik dosen.
Mari kita simulasikan bagi mereka bergelar S2 jika berkarir menjadi dosen.
Ketika melamar dan diterima statusnya Tenaga Pengajar, artinya dosen yang belum memiliki jabatan fungsional dosen.  Setelah setahun biasanya sudah boleh mengajukan jafung asisten ahli. Angka kredit asisten ahli IIIb hanya 150 yang sudah pasti bisa didapatkan dari ijazah S2, namun tentu saja mesti tetap ditambah 10 kredit dari kegiatan penelitian, pengajaran dan pengabdian, plus ditambah mesti punya publikasi minimal di jurnal nasional. Sesuai Perpres 65 tahun 2007 tunjangan fungsional jumlahnya Rp.375.000,- sedangkan lektor Rp. 700.000,-
Dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor dengan angka kredit 200-399. Artinya mesti mengumpulkan angka kredit sebanyak minimal 100 dari kegiatan tridharma: pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Proses pengajuan ke lektor bisa lebih cepat jika memiliki Jurnal nasional terakreditasi dikti .atau Jurnal internasional bereputasi, bahkan bisa lompat jabatan fungsional.
Nah dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor kepala. Jumlah kredit lektor kepala adalah antara 400-849.  Berapa tunjangan lektor kepala? Rp. 900.000,-
Nah, kasta tertinggi di dunia perdosenan adalah menjadi Profesor. Dulu, menjadi profesor syaratnya memiliki angka kredit 850, bergelar doktor, minimal 3 tahun jadi lektor kepala dan punya satu tulisan di jurnal terakreditasi dikti, gampang kan?
Kini sesuai permenPAN 46 2013, syaratnya menjadi jauh lebih sulit karena selain angka kredit minimal 850 seorang LK baru bisa mengajukan menjadi Profesor setelah tiga tahun memiliki ijazah Doktor (kecuali punya tulisan di jurnal internasional berputasi setelah meraih gelar doktor), dua tahun menjadi LK dan memiliki tulisan di Jurnal Internasional bereputasi sebagai penulis pertama, dan minimal 10 tahun menjadi dosen.  Tunjangan seorang Profesor memang hanya Rp. 1.350.000,- namun bisa mendapatkan tunjangan kehormatan sebesar dua kali gaji pokok.
Oh ya, untuk anda yang cemerlang, ada kesempatan lompat dari asisten ahli ke lektor kepala dan dari lektor ke guru besar. Perhatikan tabel di bawah ini:
Screenshot 2014-08-05 12.51.28
Lazada Indonesia
Hmm berikut tabel tunjangan fungsional dosen menurut Perpres 65 tahun 2007 yang beberap kali saya sebutkan di atas:
Screen Shot 2013-05-18 at 6.45.16 PM
Oh ya, sumber pendapatan lain bagi dosen adalah sertifikasi dosen yang sudah berjalan beberapa tahun lalu. Jumlah tunjangan sertifikasi dosen adalah satu kali gaji pokok. Namun baru 47% dosen di Indonesia yang tersertifikasi, sisanya 57% belum bersertifikasi yang artinya juga belum mendapatkan tunjangannya.(http://www.koran-sindo.com/node/313281).  baru 39% dosen Indonesia yang sudah tersertifikasi. Sisanya, 69% belum tersertifikasi. Syarat sertifikasi juga (dibuat) semakin berbelit dan aneh sulit. Tahun ini ada syarat berkas tambahan, sertifikat TOEFL dan TPA yang entah apa hubungannya dengan sertifikasi dosen. Data tentang sertifikasi dosen bisa dibaca di sini.
Karena itulah, menjadi Profesor secepat mungkin adalah jalan terbaik dalam berkarir sebagai dosen. Dari sisi finansial, bisa mendapatkan empat kali gaji pokok, plus tunjangan fungsional guru besar. Mari kita hitung secara kasar, katakanlah seorang profesor golongan IVd dengan MKG 10 tahun dengan gaji pokok Rp. 3.412.000, maka take home pay-nya adalah (Rp. 3.412.000,-X4) + Rp. 1.350.000,-. = Rp. 14. 998.000,-.
Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dari Lektor Kepala IIId MKG 10 tahun yang mendapatkan (Rp. 2. 801.000,- X 2) + Rp. 900.000,- = Rp. 6.502.000,-.
Jika punya jabatan, maka akan mendapatkan pendapatan tambahan sebagai berikut (Perpres 65 tahun 2007):
Screen Shot 2013-05-18 at 6.27.20 PM
Maka, karena besarnya jumlah pendapatan Profesor, jumlah dosen yang mengajukan diri menjadi profesor melonjak drastis. Menurut Supriadi Rustad, hanya 30% yang diterima dalam pengajuan menjadi Profesor setiap bulannya. Sisanya, 70% ditolak karena berbagai alasan antara lain: karena alasan pelanggaran etika dan profesionalisme, seperti pemalsuan dokumen karya ilmiah. Pemalsuan itu seperti mencantumkan jurnal rakitan, jurnal ”bodong”, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama sampul baru, dan nama pengarang berbeda. (www.suaramerdeka.com). masih menurut Supriadi Rustad, pada tahun 2012 di Ditjen Dikti dari pengajuan Profesor  sebanyak 115 orang, hanya 77 orang yang layak menjadi Profesor. (http://www.jpnn.com/read/2013/02/09/157651/Gelar-Guru-Besar-tak-Sembarangan-)
Namun tentu saja tak bisa kita menggeneralisir bahwa semua orang yang mengajukan jabatan fungsional adalah mereka yang menghalalkan segala cara. Entah kenapa, ada saja orang-orang yang membuat opini negatif tentang orang-orang yang mengajukan diri menjadi Profesor. Coba saja baca tulisan ini http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/28/akal-akalan-dosen-busuk-untuk-menjadi-profesor-550981.html. Sayangnya tulisan tak berimbang semacam ini tersebar luas dan kemudian membuat opini kuat bahwa mereka yang mengajukan jabatan fungsional Profesor adalah dosen mata duitan dan menghalalkan segala cara.
Apakah semua begitu?
Padahal  kalau mau berpikir lebih seimbang — tanpa memungkiri banyak yang curang juga — ada juga dosen yang menjadi Profesor karena bekerja keras dan jujur, bahkan mendapatkannya di usia muda. Contoh cukup baik misalnya Agung Eko Nugroho di UGM atau Eko Prasojo dan Ibnu Hamad di UI. silahkan baca tulisan tentang menjadi Profesor (Guru Besar) disini. Kemudian menurut peraturan terbaru, profesor juga memiliki kewajiban khusus berupa menulis di jurnal internasional, menyebarluaskan ilmu (presentasi di seminar) dan menulis buku, yang dievaluasi setiap lima tahun.
Jadi seperti ide awal di tulisan ini, karir dosen memang tergantung dari seberapa kompetensi dan produktivitas seorang dosen. Jika Ia produktif dan bersekolah dengan semangat sampai S3, maka laju karirnya juga bisa cepat. Namun jika malas sekolah dan juga tidak produktif meneliti dan publikasi, tentu saja akan terlindas zaman.
Berbagai perubahan ini menimbulkan dampak serius. Ada (sebagian) dosen yang telanjur berumur dan belum sekolah Doktor yang karirnya terancam  mengalami stagnasi.  Sebaliknya ada juga (sebagian) dosen  yang sudah/ sedang bersekolah Doktor baik di dalam dan luar negeri yang bisa melaju karirnya. Namun juga tidak mudah karena harus terus berproduksi (baca: meneliti dan publikasi). Jika malas, juga sulit untuk mencapai karir tertinggi menjadi Profesor. Bahkan Lektor Kepala yang sudah berijazah doktor-pun sekarang tidak mudah menjadi Guru Besar karena harus memiliki publikasi di Jurnal internasional bereputasi. Bahkan bagi yang telanjur jadi profesor-pun sekarang muncul aturan pencabutan tunjangan jika tak mampu menghasilkan publikasi di jurnal internasional,
Oh ya, satu lagi. bagaimana nasib dosen yang masih S1 ya?, secara misalnya peraturan-peraturan baru sudah tidak mencantumkan dosen S1 di dalamnya. Pendidikan minimal dosen sesuai UU Guru dan Dosen No. 14 2005 adalah magister untuk mengajar jenjang Diploma dan Sarjana. Nah dosen berpendidikan S1 memiliki waktu sampai 30 Desember 2015, persis sepuluh tahun setelah UU Guru dan Dosen diundangkan. Penjelasan super-komplit dari Bunda Fitri bisa dibaca di sini.
Hmmm… inilah dunia dosen, bagaimana menurut anda?

Angka Kredit adalah :
Satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang diberikan / ditetapkan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang dosen dan dipergunakan sebagai salah satu syarat dalam rangka pembinaan karier dalam jabatan fungsional / kepangkatan.


Yang Diperlukan Dalam Pengurusan Jenjang Jabatan Akademik :
1. Bidang : Pendidikan dan Pengajaran [ min. 30 %, diluar ijasah]
· Fotocopy ijasah dan transkrip nilai S1, S2, dan S3 yang telah dilegalisir [calon Guru Besar, harus yang sebidang ilmu / linier S1, S2 dan S3]
Keterangan :
Yang dimaksud ijasah dan transkrip nilai adalah ijasah dan transkrip nilai dari tingkat S1 sampai tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti.
Jika ijasah dari Universitas di luar negeri, maka harus disertakan SK Penyetaraan Ijasah Luar Negeri dari DIKTI
Contoh :
Dosen yang bergelar Dr. [Doctor], maka ijasah dan transkrip nilai yang perlu dikumpulkan adalah ijasah dan transkrip nilai S1, S2 dan S3.
· SK Mengajar
Keterangan :
SK Mengajar yang dapat dinilai adalah SK Mengajar setelah menempuh gelar pendidikan S1 [lulus sebelum tahun 2007, serta SK Mengajar selama mengikuti pendidikan lanjutan dapat dinilai jika dosen ybs menempuh pendidikan di Indonesia]

· Membuat Diktat Kuliah
Keterangan :
Diktat yang dibuat untuk mengajar di Univ dosen yang bersangkutan dan memenuhi kriteria diktat kuliah [minimal 55 halaman ; kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka minimal 3 referensi] spasi 1½, font Times New Roman, size 11, berisi teori bukan transparan]

· Membimbing / Menguji Skripsi
Minimal memiliki Jenjang Asisten Ahli
Membimbing : Maksimal 3 Judul Skripsi [dibuktikan dengan Berita Acara Ujian yang meliputi ; Judul Skripsi ; Nama Dosen Pembimbing ; Nama Mahasiswa ; Hari/Tanggal/Waktu Ujian ; Nama Tim Penguji ; dan mahasiswa yang di bimbing lulus, serta surat tugas membimbing dari instansi ybs]
Menguji : Maksimal 3 Mahasiswa per semester [dibuktikan dengan Berita Acara Ujian yang meliputi ; Judul Skripsi ; Nama Dosen Pembimbing ; Nama Mahasiswa ; Hari/Tanggal/Waktu Ujian ; Nama Dewan Penguji ; Jabatan Penguji Utama/Pendamping, serta surat tugas menguji dari instansi ybs]

2. Bidang B : Penelitian [ Min. 25 % ]
· Menghasilkan karya ilmiah yang dipublikasikan dalam :
Majalah ilmiah internasional yang bereputasi
Majalah ilmiah nasional terakreditasi mis. Jurnal yang diterbitkan oleh Binus; Jurnal Inasea [Teknik Industri], dan Piranti Warta [BBS] dll.
Majalah ilmiah nasional tidak terakreditasi tetapi mempunyai ISSN
· Pembicara pada seminar / konferensi internasional / nasional [dibuktikan dengan sertifikat / surat tugas] sebagai pembicara, serta diterbitkan dalam prosiding ber ISSN / ISBN].

· Menghasilkan karya ilmiah [laporan penelitian] yang tidak dipublikasikan :
· Min 20 halaman, spasi 1½, font Times New Roman, size 11 [max 3 tulisan dalam 1 tahun]
· Berisi Abstrak, Daftar Isi, Penelitian [apa yang diteliti, metode penelitian dan tujuannya], Kesimpulan, Daftar Pustaka (tersipan di dalam perpus Univ dosen yang bersangkutan)
· Menterjemahkan / menyadur buku ilmiah yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional [ISSN / ISBN].
· Mengedit / menyunting karya ilmiah yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional [ISSN / ISBN].
· Membuat rancangan dan karya teknologi yang dipatenkan.

3. Bidang C : Pengabdian Kepada Masyarakat [ Min. 1 point ; Max. 15 % ]
· Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
· Memberikan latihan / penyuluhan / penataran / ceramah [ sebagai instruktur pelatihan baik kepada masyarakat umum, maupun masyarakat kampus; dosen, mahasiswa dan non dosen].
· Membuat / menulis karya pengabdian pada masyarakat yang tidak dipublikasikan.
Dibuktikan dengan sertifikat asli / surat ucapan terima kasih asli, beserta salah satu surat tugas peserta pelatihan.

4. Bidang D : Unsur Penunjang [ Min. 1 point ; Max. 20 % ]
· Menjadi anggota dalam suatu panitia / badan pada perguruan tinggi atau lembaga pemerintah atau organisasi profesi
· Mewakili perguruan tinggi / lembaga pemerintah duduk dalam panitia antar lembaga
· Menulis buku pelajaran SLTA ke bawah yang diterbitkan secara nasional
· Mendapat tanda jasa / penghargaan
· Mempunyai sertifikat keikut-sertaan pada seminar
Dibuktikan dengan sertifikat asli / surat ucapan terima kasih asli.




CONTOH KASUS 1 [Proses Baru] :
Seorang Dosen lulus S2 pada tanggal 14 Februar1 2001, dan mulai mengajar di Binus pada semester Ganjil 2005 / 2006. Dosen ybs belum punya jenjang jabatan akademik dan telah mengajar di Binus selama 2 sem [ 8 sks / sem ], mempunyai jenjang pendidikan S2 dalam bidang ilmu yang sama atau berhubungan / berdekatan S1-nya , mempunyai satu tulisan yang terbit pada Jurnal ber ISSN sebagai penulis mandiri, pernah menjadi Instruktur dalam suatu pelatihan di Binus, pernah mengikuti 5 macam seminar sebagai peserta; maka point yang diperoleh dosen tsb adalah:
A. Pendidikan dan Pengajaran [ minimal 30 % dari 10 point = 3 point ]:
Pendidikan S1 : 100 point
Pendidikan S2 : 50 point
Mengajar : [ 8 * 0,5 point ] * 2 sem 8 point [+]
158 point
B. Penelitian [ minimal 25 % dari 10 point = 2.5 point ] :
1 Publikasi Tdk Akreditasi : 1 * 8 point 8 point
C. Pengabdian pada Masyarakat [max. 15% dari 10 point = 1.5 point ; min. 1 point]
Instruktur dalam Pelatihan di Binus : 1 point [+]
Total A+B+C = [minimal 80% dari angka yang di syaratkan] 167 point
D. Penunjang Tridharma PT [ max. 20 % dari 10 point = 2 point ; min. 1 point ]
Mengikuti 5 seminar / pelatihan 5 * 1 point 2 point [+]
Total A+B+C+D = 169 point

Dengan perhitungan di atas, maka dosen ybs dapat diusulkan ke : Asisten Ahli [ 150 ] karena telah mempunyai angka kredit yang cukup, dengan jenjang pendidikannya S2 dan sebidang ilmu

CONTOH KASUS 2 : [ Proses Naik]
· Seorang dosen mempunyai pendidikan S2 bidang arsitektur dan telah mempunyai JJA Asisten Ahli-100 dengan TMT 01 Januari 1999. Dosen ybs ingin naik ke Lektor [300].
· Pada tanggal 10 September 2003, dosen ybs lulus S3 bidang manajemen [tidak dalam bidang ilmu yang sama atau berhubungan / berdekatan] di salah satu PT di Jakarta
· Mengajar di Binus pada semester Genap 1999/2000 sampai semester Ganjil 2004/2005 [12 sks/sem]
· Penguji Utama pada semester Genap 1999/2000 sampai semester Ganjil 2004/2005 [3 mhs/sem] -> jika nilai penguji utama sudah digunakan, maka sebagai penguji pendamping nilai tidak dapat dihitung jika semesternya sama.
· 3 Jurnal ber ISSN sebagai penulis mandiri dan 1 tulisan dalam jurnal terakreditasi, pernah menjadi Instruktur dalam suatu pelatihan di Binus sebanyak 30 kali
· Mengikuti 35 macam seminar / pelatihan sebagai peserta

Maka point yang diperoleh dosen tsb adalah :
A. Pendidikan dan Pengajaran [ minimal 30 % dari 200 point = 60 point ]:
Pendidikan S3 : 15 point
Mengajar : [ 10 * 0,5 point ] * 10 sem 50 point
[ 2 * 0,25 point ] * 10 sem 5 point
Penguji Utama : [ 3 * 1 point ] * 10 sem 30 point [+]
100 point
B. Penelitian [ minimal 25 % dari 200 point = 50 point ]
3 Publikasi Tdk Akreditasi : 3 * 8 point 24 point
1 Publikasi Akreditasi : 1 * 25 point 25 point [+] 49 point [minimal 50]
C. Pengabdian pada Masyarakat [max. 15% dari 200 point = 30 point ; min. 1 point]
Instruktur dalam Pelatihan di Binus : 30 * 1 point 30 point [+]
Total A+B+C = [minimal 80% dari angka kenaikan = 160 point ] 174 point
D. Penunjang Tridharma PT [ max. 20 % dari 200 point = 40 point ; min. 1 point ]
Mengikuti 35 seminar / pelatihan: 35 * 1 point 35 point [+]
Total A+B+C+D = 209 point
Dengan perhitungan diatas, maka dosen ybs belum dapat diusulkan ke : Lektor [300], karena Bidang B ybs tidak memenuhi syarat minimal.

PENTING UNTUK DIPERHATIKAN :
1.Untuk pengajuan ke Asisten Ahli dan Lektor, salah satu jurnal / majalah asli akan diberikan ke DIKTI [tidak dikembalikan], sedangkan untuk pengajuan ke Lektor Kepala dan Guru Besar, semua jurnal / majalah asli tidak akan dikembalikan .
2. Diktat Kuliah [Bidang A] dan Karya Ilmiah / laporan penelitian yang tidak dipublikasikan [Bidang B] harus diprint sesuai dengan format : spasi 1½, font Times New Roman, size 11.3. Kenaikan jenjang jabatan akademik dapat diajukan minimal 1 [satu] tahun akademik sejak TMT SK JJA dengan syarat: karya ilmiah diterbitkan pada jurnal nasional terakreditasi oleh DIKTI [sebagai penulis utama / mandiri], point A, B, C, dan D terpenuhi. Apabila dosen tidak mempunyai karya ilmiah yang diterbitkan pada jurnal yang telah diakreditasi oleh DIKTI, maka dosen yang bersangkutan baru bisa naik ke jenjang jabatan berikutnya setelah >= 3 [tiga] tahun akademik sejak TMT SK JJA dengan syarat : harus menulis karya ilmiah yang diterbitkan dalam majalah / jurnal ilmiah yang ber ISSN sebagai penulis utama.
4. Karya ilmiah yang belum pernah diajukan tetapi tahun penerbitannya < TMT, tidak dapat di hitung untuk kenaikan berikutnya.

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar