Bagaimana kacaunya hidup saya setelah keluar dari
perusahaan bergengsi dan memilih mendirikan startup
- Bagi5268
- 76
SMS masuk:
“Besok jam 5 pagi, penerbangan nomor
AZ610 dari Roma ke New York.”
Sebuah SMS yang masuk di BlackBerry
saya pada hari Minggu sore dulu selalu menjadi rutinitas yang menentukan di
mana tujuan dan siapa klien saya untuk minggu mendatang.
Saya dulu bekerja di salah satu dari
tiga perusahaan konsultasi strategi bisnis terbesar di dunia. Sebuah kehidupan
di dalam sebuah koper. Sebuah kehidupan konsultasi dimana Anda ketinggalan
update tentang segala sesuatu dan semua orang dalam hidup Anda, kecuali spreadsheet
Excel. Sebuah pekerjaan impian yang, menurut sekolah-sekolah bisnis ternama,
ideal.
Setelah beberapa jam tidur, supir
pribadi membawa saya ke bandara Roma Fuimicino dimana saya akan melakukan
perjalanan ke New York dengan penerbangan kelas bisnis yang mewah. Setelah
tiba, saya akan check-in ke sebuah hotel bintang lima mewah dan menuju
ke kantor klien saya setelah itu.
Gaji? Luar biasa. Perusahaan tempat
saya bekerja merasa bangga telah menjadi salah satu perusahaan bergaji tinggi
di ranah konsultasi bisnis.
Baca
juga: 12 kisah sukses founder startup Indonesia
Orang
tua
Namun, ada sesuatu yang salah dengan
kehidupan konsultasi ini. Saya tidak tahan dengan segala kemewahan yang penuh
dengan kepalsuan ini dan suatu hari menelepon orang tua saya:
Ayah, Ibu, aku baru keluar dari
pekerjaanku. Aku mau mendirikan startup sendiri.
Ibu saya hampir mengalami serangan
jantung. Tentu saja kabar tersebut bukanlah hal yang ingin didengar oleh
seorang ibu perfeksionis yang mendorong saya untuk lulus dari sekolah bisnis
top dunia dengan nilai yang top pula.
Saya mencoba menenangkan beliau.
Namun mustahil.
Bu, aku benci pekerjaanku. Semua konsultan
ini berpura-pura bahagia dan mereka mengkonsumsi pil kebahagiaan. Aku hanya
bisa tidur 3-4 jam sehari. Semua keuntungan yang dijanjikan perusahaan tidak
pernah ada. Hotel bintang lima mewah? Aku bekerja hampir 20 jam sehari dan aku
bahkan tidak menikmatinya. Sarapan mewah? Kami tidak pernah punya waktu untuk
itu. Makan siang dan makan malam mewah? Hanya sandwich di depan spreadsheet
Excel kami.
Oh, ngomong-ngomong, bukannya
menikmati segelas sampanye, aku malah memandangi spreadsheet selama penerbangan.
Gaji tinggi? Aku tidak pernah punya waktu untuk menghabiskannya.
Aku benci kehidupanku, Bu. Seperti
kehidupan para pecundang. Aku bahkan jarang melihat pacarku. Aku sudah tidak
bisa membohongi diri lagi. Aku ingin memulai bisnisku sendiri.
Orang tua saya sudah pensiun dari
pekerjaan rutin mereka sebagai PNS dengan dengan gaji yang aman namun
membosankan.
Datang dari keluarga yang tidak
mempunyai latar belakang entrepreneurship, saya tahu bahwa sulit untuk
menjelaskan situasi ini ke mereka. Namun, saya tidak menduga mendapatkan
telepon keesokan harinya.
Ibu saya menelepon:
”Jaaadiii, bagaimana bisnismu?!
Sudah tumbuh?!”
Tidak peduli apa yang saya katakan,
saya tidak bisa menjelaskan kepadanya bahwa bisnis membutuhkan lebih dari satu
hari untuk bertumbuh.
Pacar,
teman, dan lingkaran sosial
Saya memiliki pacar yang sangat
mendukung saya. Sekarang saatnya memberitahu teman-teman saya yang tengah sibuk
memanjat tangga karir mewah di dunia bisnis yang mewah pula.
Saya memberitahu semua orang bahwa
saya baru keluar dari pekerjaan untuk mewujudkan mimpi startup saya. Beberapa
teman berangsur-angsur berhenti menemui saya, mungkin karena mereka berpikir
ada sesuatu yang salah dengan saya, karena ini adalah pekerjaan “mewah” kedua
yang saya tinggalkan dalam waktu singkat.
Sedangkan teman-teman saya yang lain
mendukung. Bagaimanapun, tampaknya masih ada sesuatu yang salah dengan hubungan
kami:
Saya segera sadar bahwa saya mulai
menarik diri dari lingkaran sosial
Setiap kali saya bertemu dengan
teman-teman, saya tidak memiliki banyak update untuk menjawab pertanyaan mereka
yang itu-itu saja, seperti, “Jadi, bagaimana keadaan startup-mu? Kamu akan jadi
Mark Zuckerberg berikutnya, kan?” “Oh man, kami sangat bangga padamu dan
kami sangat yakin kamu akan segera menerima investasi besar.”
Menjalankan sebuah startup adalah
sebuah perjalanan panjang dan saya membuat diri saya tertekan dengan terlalu
peduli terhadap apa yang dipikirkan orang lain.
Hari demi hari, saya semakin merasa
kesepian dan lebih depresi karena saya menghindari acara-acara sosial. Kemajuan
startup saya tidak secepat yang dibayangkan lingkaran sosial saya. Dan saya
sudah muak untuk memberitahu orang-orang bahwa butuh bertahun-tahun bagi
startup untuk menjadi seperti Facebook dan Twitter.
Satu-satunya tempat yang nyaman
adalah berada di sekitar beberapa teman entrepreneur saya. Memang benar, hanya
seorang entrepreneur yang bisa memahami seorang entrepeneur.
Uang,
uang, uang
Seolah tekanan sosial dan kesepian
yang saya alami belum cukup, saya menghadapi “ibu dari semua tekanan”: uang
habis lebih cepat dari yang saya bayangkan.
Ini membunuh produktivitas dan
kemampuan saya untuk membuat keputusan yang tepat. Saya panik dan ingin
cepat-cepat menjadi sukses serta menghasilkan uang.
Suatu hari, saya bahkan meminta uang
receh kepada pacar saya karena saya tidak punya uang untuk membeli air mineral
kemasan. Saya tidak tahu bahwa itu hanya awal dari sebuah kehidupan sulit yang
penuh dengan pasang surut.
Kini
Oke, cukup dengan drama menyedihkan tersebut: lebih dari dua
tahun telah berlalu sejak masa-masa itu. Saya sekarang menulis artikel ini di
sebuah resort yang indah di Phuket, Thailand, sambil menikmati mojito.
Tunggu, saya tidak menjual mimpi.
Tidak, saya belum menjadi seorang founder startup miliarder.
Bagaimanapun, bisnis saya memiliki
aliran uang yang konstan, yang memungkinkan saya untuk berkeliling dunia dan
bekerja dari mana pun selama ada wifi.
Meskipun demikian, ada lima hal yang
saya harap telah saya tanyakan pada diri saya sendiri sebelum memulai
perjalanan yang menyakitkan ini. Lima pertanyaan yang saya yakin harus
ditanyakan oleh setiap entrepreneur kepada dirinya sendiri sebelum terjun ke
dunia entrepreneurship:
1.
Apakah Anda siap dengan tekanan sosial?
Jika Anda memiliki teman dan
keluarga yang bukan entrepreneur, mereka tidak akan benar-benar memahami apa
yang ingin Anda capai dan tekanan akan menjadi lebih tinggi.
Saya sangat peduli tentang apa yang
orang lain pikirkan tentang saya, saking pedulinya hingga menghancurkan hidup
saya.
Saya begitu keras pada diri saya
sendiri dan menghukum diri dengan lebih banyak pekerjaan sehingga saya bisa
mengumumkan kesuksesan saya sesegera mungkin. Hingga akhirnya saya menyadari
bahwa tidak ada yang peduli tentang saya. Jadi, kenapa saya harus peduli pendapat
mereka?
Anda tidak lebihnya ibarat sebuah
status di Facebook yang hanya diperhatikan selama sesaat. Pada tahun 2014,
tidak ada yang memiliki waktu untuk mempedulikan orang lain di dunia yang ramai
ini.
Jika Anda terlalu peduli tentang apa
yang orang lain pikirkan, Anda akan menghabiskan waktu untuk membuktikan bahwa
Anda sukses, alih-alih berfokus pada startup Anda.
Nikmati hidup Anda. Saya sendiri
telat melakukannya.
2.
Apakah Anda single atau mempunyai pasangan yang sangat mendukung?
Ketika dewasa, kita menghabiskan
lebih banyak waktu kita dengan pasangan dibanding dengan teman atau keluarga.
Meskipun saya beruntung memiliki pacar yang luar biasa, saya sedih melihat
banyak teman entrepreneur putus dengan pacar mereka.
Melakukan bisnis Anda sendiri adalah
hal yang sulit – lebih sulit daripada yang saya bayangkan. Pikiran Anda akan
terus-menerus kacau dengan sejuta hal dan tidak ada orang lain, termasuk pacar
Anda, yang memahaminya.
3.
Apakah Anda memiliki uang yang cukup untuk bertahan setidaknya satu tahun?
Jika ya, bagus. Kemudian kalikan
jumlah itu setidaknya tiga kali lipat karena Anda akan kehabisan tabungan Anda
lebih cepat dari yang Anda bayangkan. Sepanjang jalan, akan ada banyak biaya
tak terduga, biaya akuntan, biaya untuk urusan legal, iPhone atau PC yang
rusak, dan sebagainya.
Bersiaplah untuk sebuah rumah
kontrakan kecil, porsi makanan yang lebih sedikit, atau menghitung uang receh
Anda, yang mungkin tidak pernah Anda pedulikan sebelumnya.
Beberapa bulan sebelum Anda
benar-benar kehabisan uang adalah masa yang sangat sulit, dan tekanan akan
semakin berat hingga Anda tidak akan dapat tidur dengan nyenyak.
Sukses akan datang dengan lambat,
dan uang akan cepat habis. Anda harus cerdas untuk merencanakan semua hal dari
hari pertama.
4.
Apakah Anda siap hanya tidur beberapa jam per hari?
Setelah keluar dari dunia perusahaan
konsultansi, saya berpikir akhirnya bisa mewujudkan mimpi saya dengan bekerja
dimanapun saya mau – sampai akhirnya saya membaca kutipan dari Lori Greiner
berikut:
Entrepreneur rela bekerja 80 jam
per minggu untuk menghindari bekerja 40 jam per minggu.
Semuanya dimulai dengan bangun di
tengah malam. Pada awalnya, saya terlalu bersemangat tentang ide-ide saya yang
begitu banyak. Saya tidak bisa menunggu sampai pagi tiba.
Kemudian datang fase
melebih-lebihkan. Saya bekerja terlalu banyak karena saya merasa tidak pernah
cukup mengerjakan ide saya dan saya ingin berbuat lebih banyak lagi. Namun,
semakin lama saya bekerja dan semakin larut saya tidur, saya semakin sulit
tertidur dan semakin rendah kualitas tidur saya.
Hasilnya, dua hingga tiga hari per
minggu kinerja saya menjadi tidak produktif.
Jangan terlena dengan gambar
Instagram saya di atas. Jangan tertipu oleh berita investasi tentang founder
startup yang menjadi miliarder. Ada cerita yang menyakitkan di balik itu semua,
malam tanpa tidur, dan penolakan terus-menerus serta kegagalan. Perjalanan
menuju kesuksesan sangatlah panjang, bahkan seringnya, terlalu panjang.
5.
Bagaimana Anda mendefinisikan sukses?
Setiap orang memiliki daftar
prioritas yang berbeda dalam hidup. Bagi kebanyakan orang, uang adalah
prioritas nomor satu dalam daftar mereka, sementara yang lain lebih
mementingkan keseimbangan kehidupan pribadi dan kerja. Akibatnya, setiap orang
memiliki definisi sukses yang berbeda.
Tergantung pada definisi sukses
Anda, kesulitan perjalanan entrepreneurship Anda akan berbeda juga. Jika uang
dan ketenaran adalah hal yang paling penting bagi Anda, perjalanan
entrepreneurship Anda mungkin akan lebih sulit.
Ingat kata-kata bijak Ernest
Hemingway:
Memang baik untuk memiliki akhir
dari sebuah perjalanan; tapi pada akhirnya, perjalanannya lah yang penting.
Entrepreneur sukses tidak selalu
orang-orang yang mendapat investasi jutaan dollar. Jangan lupa, mereka adalah
satu dari sejuta.
Bagaimanapun, ada ribuan pemimpi di
luar sana yang berhasil menjalankan startup mereka secara bootstrapping
atau hidup dengan baik secara mandiri, tapi bahkan mereka tidak diliput di
berita teknologi.
Tidak peduli seberapa kacau hidup
Anda karena entrepreneurship atau seberapa sulit nantinya, nikmati
perjalanannya dan terus ikuti passion Anda. Seperti kata Tony Gaskin:
Jika Anda tidak membangun mimpi
Anda, seseorang akan mempekerjakan Anda untuk membangun mimpi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar