REPUBLIKA.CO.ID, Mi instan merupakan makanan populer yang dapat dimakan
siang dan malam, terutama bagi mahasiswa di akhir bulan. Murah dan
mengenyangkan menjadi faktor mi instan populer.
Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Dr Braden Kuo dari Rumah Sakit Umum
Massachusetts, dapat membuat para penikmat mi instan berpikir ulang
untuk kembali memakan mi. Dilansir dari laman Mercola, Ahad
(25/1), berikut hasil yang mencengangkan dari penelitian Dr Kuo yang
menggunakan kamera berukuran sangat mini untuk melihat apa yang terjadi
dengan mi instan di dalam saluran pencernaan.
Mi instan tidak hancur dalam proses pencernaan berjam-jam
Mi
instan, termasuk juga mie ramen asal Jepang, tidak hancur selama dua
jam proses pencernaan di dalam tubuh. Bentuk mi yang masih utuh memaksa
saluran pencernaan manusia bekerja ekstra keras untuk memecah makanan
tersebut.
Jika mi instan tetap ada di dalam saluran pencernaan
untuk waktu yang lama, akan sangat berdampak pada penyerapan nutrisi
makanan lain. Selain itu, di dalam mi itu sendiri, tidak ada nutrisi
yang bisa diserap tubuh. Sebaliknya, tubuh akan menyerap zat-zat aditif,
termasuk zat beracun dari bahan pengawet, seperti tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ).
Pengawet TBHQ sangat berbahaya bagi tubuh
TBHQ
merupakan bahan kimia yang sering disebut memiliki fungsi sebagai
antioksidan. Hanya saja, TBHQ merupakan antioksidan yang berasal dari
bahan kimia sintetis, bukan antioksidan alami. Zat ini berfungsi untuk
mencegak oksidasi lemak dan minyak, sehingga dapat memperpanjang masa
simpan makanan olahan, atau biasa disebut bahan pengawet.
TBHQ
biasa digunakan di dalam makanan olahan instan. Tapi, bahan kimia
tersebut juga bisa ditemukan di dalam bahan non-makanan, seperti
pestisida, kosmetik, dan parfum, karena sifatnya yang bisa mengurangi
tingkat penguapan.
Lima gram zat TBHQ dapat membahayakan tubuh
manusia. Efek dari terlalu sering mengonsumsi TBHQ adalah mual disertai
muntah, terjadi dering di telinga, mengigau, dan sesak napas.
Mi instan timbulkan gangguan metabolisme
Seseorang
yang mengonsumsi mi instan lebih dari dua kali dalam seminggu berisiko
mengalami gangguan metabolisme, yaitu gejala-gelaja tubuh seperti
obesitas, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar gula darah, dan
kolesterol. Diketahui wanita 68 persen lebih berisiko dari pria.
Para
konsumen mi instan memiliki asupan nutrisi lebih rendah, seperti
protein, kalsium, fosfor, zat besi, kalium, vitamin A, niasin, dan
vitamin C. Hal tersebut diperparah dengan ditemukannya zat Benzopyrene
(zat penyebab kanker) di dalam sejumlah merk mi instan.
Selain itu, penyebab penyakit yang berasal dari mie instan lainnya adalah kandungan monosodium glutamat
(MSG). MSG dapat menyebabkan disfungsi otak dan kerusakan berbagai
organ. Selain itu, zat ini juga dapat menimbulkan sejumlah penyakit,
seperti Alzheimer, Parkinson, dan bahkan penyakit kesulitan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar