Selasa, 27 Agustus 2019

TIPS Ampuh Agar lancar Berbicara di Depan Banyak Orang





Semua orang pasti ingin dapat memberikan presentasi yang baik Untuk pekerjaan atau studi nya. Namun berbicara didepan umum tak jarang menjadi sesuatu yang mengerikan, Nah ada beberapa pola pikir yang kalau kamu install di pikiran kamu akan dapat membantu kamu berbicara dengan lebih baik di depan umum.


Pertama, kamu bercerita bukan sekedar membaca slide atau naskah

Oke  yang pertama adalah Saat Berbicara kamu bercerita bukan sekedar membaca slide atau naskah. Apa yang pertama kali akan kamu lakukan kalau besok kamu harus presentasi? Kebanyakan orang langsung fokus untuk membuat  slide presentasi, Langsung buka power point dan mulai membuat slide dimulai dari judul.

Tapi apa jadinya kalau saat presentasi besok mati lampu? Apakah kamu masih bisa presentasi? Inti dari sebuah presentasi adalah cerita yang akan kamu bawakan. Jadi untuk dapat melakukan presentasi dengan baik kamu harus siap untuk bercerita tanpa slide, Jika kamu sudah bisa bercerita tanpa slide, kemungkinan kamu sudah punya gambaran tentang apa hal penting yang akan kamu sampaikan. Barulah setelah itu kamu bisa mengira-ngira slide seperti apa yang bisa membantu kamu untuk membuat cerita kamu jadi lebih mudah untuk diikuti.


Kedua, Kamu berbicara untuk memberi bukan diberi

Banyak orang berbicara didepan umum untuk mendapatkan sesuatu dari orang lain, Entah itu supaya orang membeli produk mu, supaya kamu dipuji atau supaya kamu diluluskan sidang. Padahal kalau kita jadi penonton kita akan lebih memperhatikan seorang pembicara yang inspiratif yang memberikan nilai lebih bagi kita.



Oleh karena itu kita harus menyusun materi yang kita sampaikan sebagai sesuatu yang berguna bagi orang lain. Kita pahami kebutuhan pendengar atau orang yang akan kita targetkan, kita cari apa kira-kira yang menjadi pengetahuan baru bagi mereka, bahkan dalam sebuah sidang tugas akhir dari S1 sampai S3, ketika penguji bertanya kepada mahasiswa bisa jadi mereka memang benar-benar tidak tahu. Jadi niatkan lah presentasi mu sebagai upaya untuk memberi manfaat bagi para penonton, kalau ada yang ternyata tidak butuh atau tidak suka dengan presentasimu santai aja, fokus kepada orang-orang yang menerima apa yang kamu berikan.

Ketiga, kamu adalah penguasa panggung bukan budak panggung


Apa yang membuat seseorang menjadi penguasa panggung ketika dia sedang berbicara di depan Banyak Orang? Apakah karena orang yang kita targetkan sedang memperhatikan dia pada saat dia bicara? Bukan....bukan itu, yang membuat seseorang menjadi penguasa panggung adalah perhatian yang orang-orang berikan bahkan pada saat dia diam. Ketika Anda ada di panggung para penonton tahu bahwa Anda adalah sang raja panggung, dia yang mengatur jalannya presentasi atau ceramah.

Disinilah ada yang namanya “the power of pause” kamu tidak harus memulai presentasimu dengan langsung berbicara, kamu bisa diam sejenak dan menarik nafas sebelum berbicara perlahan dan sepanjang presentasi pun kamu bisa melakukan nya kapan pun dibutuhkan. Setiap kali kamu diam, kamu memberi penonton kesempatan untuk kembali menempatkan fokus mereka kepadamu, ketika kamu dapat mengatur kapan kamu harus diam dan ketika kamu dapat mengontrol kecepatan bicaramu, penonton justru tahu bahwa kamu percaya diri dan menguasai panggung. Bahkan kalau kamu berbicara patah-patah satu demi satu kata pun para penonton kamu masih akan menunggu. Jadi jangan khawatir, kamulah penguasa panggung.


Keempat, kamu berbicara kepada penonton bukan tembok


Ingat tips berbicara di depan banyak orang nomor dua, kamu berbicara untuk memberi kepada penonton dan untuk itu kamu harus berbicara dengan mereka bukan sekedar berbicara kepada mereka, lakukan kontak mata dengan masing-masing penonton. Kalau melihat mata terlalu sulit coba tataplah area antara kedua mata mereka lihatlah satu persatu dengan perlahan jangan seperti melihat sawah berikan jeda yang cukup, sehingga mereka merasa bahwa kamu sedang berbicara langsung dengan setiap dari mereka. Nanti kamu akan dapat menemukan orang-orang yang memang memperhatikan kamu, merekalah orang-orang yang siap menerima apa yang kamu berikan.


Kelima, kamu terlampau bersemangat bukan sedang grogi

Dalam sebuah liputan olimpiade, seorang reporter bertanya kepada para atlit sebelum dan sesudah pertandingan. Apakah anda grogi? dan para atlit menjawab 'tidak!', saya bersemangat, para repoter melihat bahwa tangan basah dan jantung berdebar adalah pertanda bahwa atlit tersebut sedang nervous. Namun para atlit justru menterjemahkan gejala tadi sebagai tanda semangat yang berlebih.
Hal ini juga dapat kamu lakukan jika kamu merasa demam panggung, katakan pada dirimu atau kepada penonton bahwa kamu sangat bersemangat. Seorang peneliti dari Harvard Business School mengatakan bahwa mengatakan "i'm excited" jauh lebih berguna untuk meningkatkan performa kepercayaan diri ketimbang mengatakan "keep calm and carry on".

Nah kamu mungkin berpikir bahwa tips-tips ini tidak berguna bagi mereka yang introvert, jangan salah, beberapa tips ini justru diberikan oleh seorang introvert yang presentasi nya di tetok menjadi presentasi terbanyak ditonton ke tiga. Padahal dalam sehari-hari dia pemalu, pada akhirnya berbicara didepan umum merupakan sebuah seni, diperlukan dedikasi dan latihan untuk membuat kita menjadi seorang  pembicara yang baik, termasuk untuk mengatasi ketakutan-ketakutan yang kita punya.

Jumat, 01 Maret 2019

Pergub DKI Nomor 132 tahun 2018

Peraturan Gubernur yang munculnya tidak lama setelah PerMenPUPR nomor 23 tahun 2018 ini, menampilkan banyak pasal yang baru dan lebih detail dibandingkan peraturan yang ada sebelumnya. Dan melihat dicantumkannya acuan peraturan tentang perlindungan konsumen (UU no.8 th.1999), peraturan ini terkesan agak condong berpihak kepada Pemilik sarusun yang membeli unit dari Pengembang.
Hal yang baru, namun juga tercantum pada PerMenPUPR tersebut diatas yaitu ; dibuatnya akta kerja-sama dalam pembangunan rumah susun secara bertahap, yaitu maksimal 3 tahun untuk setiap tahapannya, antara Pengembang dengan PPPSRS yang telah ada (pasal 95). Hal ini untuk menghindari adanya potensi konflik dikemudian hari bila lahan yang menyatu dibiarkan kosong dalam waktu lama.
Pengelolaan rusun harus dilaksanakan oleh Pengelola yang berbadan hukum tersendiri yang berpengalaman dan kompeten (pasal 74 ayat 1 dan 2). Selain itu diperlukan ijin operasional pengelolaan rusun disetiap lokasi dari Gubernur (pasal pasal 4 ayat 3 dan 72 ayat 2), dimana hal ini belum pernah dipersyaratkan. Bila ijin operasional tersebut diurus oleh Pengelola yang ditunjuk PPPSRS maka Perusahaan Pengelola yang biasanya memiliki kontrak dibanyak lokasi akan cukup kerepotan, mengingat waktu kontrak yang terbatas dan bervariatif jangka waktunya. Idealnya adalah ; Pengelola membantu pengurusan ijin operasional untuk lokasi rusun masing-masing atas nama dan biaya dari PPPSRS / Pengembang.
Untuk rusun yang berdiri diatas tanah yang diberi status HGB diatas tanah Hak pengelolaan, Pengembang wajib membuat pernyataan atas kewajibannya dalam perpanjangan HGB (pasal 6 ayat 6). Sedangkan masa berlaku HGB itu sangat panjang (antara 20 – 30 tahun), mungkinkah perpanjangan HGB diwajibkan kepada Pengembang ? sementara bisa saja sebelum habis masanya Pengembang sudah tidak ada lagi perusahaannya. Mengingat banyak perusahaan Pengembang yang bekerja sama dalam pembangunannya membentuk PT baru yang setelah kewajiban serah-terimanya selesai, maka PT tersebut dibubarkan.
Demikian pula dengan perpanjangan SLF yang dinyatakan masih menjadi tanggung-jawab Pengembang (pasal 7 ayat 4), sedangkan jangka waktu berlakunya SLF adalah 5 tahun. Apakah mungkin kewajiban tersebut dinyatakan dalam bentuk dana simpanan yang nantinya akan dipergunakan pada waktunya … bila demikian, nilainya tentu akan menjadi perdebatan yang lumayan hangat.
Sama seperti PerMenPUPR, PPPSRS terdiri dari ; anggota, Pengurus dan Pengawas. Pembentukan PanMus dilaksanakan oleh Pemilik yang berdomisili di rusun (pasal 26 ayat 1), demikian pula dengan Pengurus/Pengawas PPPSRS terpilih nantinya (pasal 45 ayat 1 poin f). Namun untuk pembuktian sebagai Pemilik, sekarang bisa dengan hanya menunjukkan PPJB atau kwitansi pembelian sarusun apabila Pengembang belum menerbitkan SHM/SKBG sarusun dan AJB (pasal 23 ayat 4).
Dalam pemilihan Pengurus/Pengawas, sebagaimana telah ditegaskan pada PerMen PUPR, juga disebutkan bahwa setiap Pemilik hanya berhak atas 1 (satu) suara walau memiliki lebih dari 1 (satu) unit sarusun (pasal 28 ayat 7). Kuasa perorangan juga hanya bisa dari keluarga terdekat sedangkan Perusahaan dari Karyawan Tetap saja (pasal 30 ayat 3 dan 7). Sudah tidak mungkin lagi dilakukan penitipan suara kepada karyawan outsource/sopir/pembantu dll. Namun hal ini juga sangat tergantung dari kerapihan data Pemilik yang ada.
Pemilihan Ketua dan Sekretaris Pengurus maupun Pengawas dilakukan secara paket (pasal 46 ayat 1), selanjutnya Ketua dan Sekretaris terpilih melengkapi Struktur dan personil kepengurusan PPPSRS. Salinan Akta Pendirian PPPSRS dan AD/ART diberikan kepada setiap anggota PPPSRS (pasal 54 ayat 3).
Pengurus PPPSRS tidak boleh merangkap jabatan sebagai Pengawas PPPSRS atau sebaliknya. Bahkan juga dilarang merangkap sebagai Pengurus RT/RW (pasal 45 ayat 2 dan 3)
Dalam hal penyerahan pengelolaan kepada PPPSRS definitif, Pengembang wajib menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik yang disepakati bersama PPPSRS (pasal 64 ayat 2).
Pengembang wajib menyerahkan pengelolaan rusun maksimal dalam waktu 3 (tiga) bulan kepada PPPSRS sejak terbentuknya PPPSRS (pasal 64 ayat 1) dan PPPSRS wajib membentuk/menunjuk Pengelola dalam waktu maksimal 3 (tiga) bulan sejak PPPSRS tercatat dan disahkan di Dinas (pasal 66 ayat 3).
Penunjukkan Pengelola oleh PPPSRS harus dilakukan melalui proses lelang secara terbuka dan transparan oleh Panitia Lelang yang dibentuk khusus untuk itu (pasal 75 ayat 1 dan 2). Pengelola bekerja berdasarkan perjanjian kerja-sama / kontrak minimal 1 (satu) tahun maksimal 2 (dua) tahun, sebagaimana tertera pada pasal 77 ayat 4.
Laporan Keuangan tahunan wajib dibuat, diumumkan secara luas dan terbuka serta dapat diakses secara daring (online) maksimum 6 (enam) bulan sejak PerGub ini diterbitkan (pasal 79 ayat 4 dan pasal 94 ayat 2). Hal ini juga ditegaskan kembali pada pasal 94 ayat 1 dan 2. Kemungkinan akan terjadi pro-kontra yang cukup berat mengingat hal ini adalah sesuatu yang sangat sensitif tergantung dari sudut pandang siapa.
Soal tagihan, harus dibuat terpisah antara IPL dengan pemakaian listrik/air (pasal 87 dan 88). Ini mengingatkan Surat Edaran Gubernur DKI beberapa bulan lalu yang melarang Pengelola mematikan listrik Penghuni bila tidak membayar IPL namun sudah membayar tagihan listriknya. Selama ini tagihan banyak dilakukan penggabungan sebagai upaya efisiensi administratif.
Mengenai keharusan penyesuaian Struktur Organisasi, AD/ART dan Tata Tertib Hunian ditentukan harus dilaksanakan dalam waktu maksimal 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya PerGub ini (pasal 103 ayat 1). Sedangkan untuk pembentukan PPPSRS dan pembentukan/penunjukkan Pengelola maksimal dalam waktu 1 (satu) tahun.
Pertengahan Januari 2019 dikeluarkan Surat Edaran Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan paling lambat akhir bulan Maret 2019 sudah dilakukan penyesuaian AD/ART dan Struktur Organisasi PPPSRS. Hal ini bertentangan dengan PerMen PUPR yang menyatakan penyesuaian dapat dilakukan pada akhir masa kepengurusan PPPSRS yang telah ada. Tentu saja hal ini membuat galau semua pihak, terlebih adanya himbauan untuk dikonsultasikan terlebih dahulu rancangan perubahannya ke Dinas terkait. Apakah mungkin ratusan apartemen di Jakarta akan selesai ditangani dalam 2 bulanan saja ? bagi Pengembang yang masih berurusan dengan perijinan / pengembangan bisnis properti mestinya tidak punya pilihan selain berupaya melaksanakannya.
Sanksi atas pelanggaran Peraturan ini dapat berupa ; teguran & peringatan, sanksi administratif, sampai dengan pencabutan surat pencatatan dan pengesahan kepengurusan oleh Dinas. jangka waktu respon surat teguran ke SP-1 adalah 7 hari kalender, demikian pula dari SP-1 ke SP-2. Selanjutnya diberikan sanksi berupa ; mencabut pengesahan PPPSRS atau memberi rekomendasi kepada PD yang bertanggung-jawab dalam urusan perijinan. (pasal 101 dan 102).
Dengan demikian, bagi Pengembang maupun PPPSRS sudah harus segera berbenah mengantisipasi PerGub ini yang terbit pada bulan Desember 2018. Nah tugas siapa lagi kalau bukan BM yang harus mengingatkan dan menyiapkannya ? ….. Bagaimanapun peraturan dibuat untuk menjadi lebih baik.

Selasa, 02 Januari 2018

Hitungan Juragan Kontrakan


Langkah selanjutnya untuk menjadi juragan kontrakan yang sukses adalah pahami rumus tingkat kapitalisasi (capitalization rate atau cap rate). Yaitu indikator paling umum yang dipakai dalam penjualan dan pembelian properti. Tingkat kapitalisasi bervariasi, berdasarkan wilayah, dan tipe properti.
  • MENENTUKAN HARGA PEMBELIAN
Anda selaku investor bisa menggunakan tingkat kapitalisasi untuk menetapkan harga pembelian, sedangkan pihak penilai (appraisal) menggunakannya untuk menentukan nilai pasar. Cap rate diperoleh dari penghasilan operasional bersih dibagi harga pembelian properti.
1 dari 2 halaman

Tips Jadi Juragan Kontrakan

Tingkat kapitalisasi (cap rate) = Penghasilan Operasional Bersih : Harga Pembelian
Namun untuk mempermudah, kisaran cap rate yang berlaku secara umum bisa dilihat di tabel berikut ini:
Jenis Properti
Tingkat Kapitalisasi
Lahan Kosong
0,5% – 2%
Rumah Sewa
3% – 5%
Ruko dan Rukan
6% – 9%
Kios dan Toko
5% – 10%
Apartemen dan Kondominium
7% – 12%
Untuk jadi juragan kontrakan sukses tak harus selalu membeli properti baru, beli oper kredit juga bisa lebih menguntungkan. Simak video panduannya di sini!
  • MENENTUKAN TARIF SEWA
Jika nilai cap rate telah didapat, maka Anda dapat menentukan tarif sewa properti per tahun dengan rumus berikut ini:
Tarif Sewa (Rupiah/Tahun) = Nilai Properti (Rupiah) x Capitalization Rate (%)
Contoh Perhitungan: Sebuah rumah seharga Rp5 miliar dengan Capitalization Rate 3% – 5%, harga sewanya adalah: 3% x Rp5 miliar = Rp150 juta/tahun atau berkisar Rp12,5 juta/bulan.
Sebuah apartemen seharga Rp600 juta dengan Capitalization Rate 7% – 12%, harga sewanya adalah: 12% x Rp600 juta = Rp72 juta/tahun atau Rp6 juta/bulan.
Sebuah ruko seharga Rp1,4 miliar dengan Capitalization Rate 6% – 9%, harga sewanya adalah: 7% x Rp1,4 miliar = Rp98 juta/tahun atau berkisar Rp8,2 juta/bulan.

Minggu, 17 Desember 2017

10 Fakta Singkat Yerusalem

Yerusalem salah satu kota tertua di dunia dan paling diperebutkan sejak ribuan tahun.
Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Berikut 10 fakta singkat tentang Yerusalem.
1. Yerusalem, kotanya Nabi Daud
Kitab Perjanjian Lama menyebut, Raja Daud dari dua kerajaan Judea dan Israel, merebut kota Yerusalem dari tangan bangsa Jebusit pada tahun 1.000 SM.
Daud menjadikan kota itu sebagai pusat kerajaan dan keagamaan. Kemudian, Raja Sulaiman, putra Raja Daud, membangun kenisah Yahweh pertama di sini sekaligus menjadikan kota itu menjadi pusat agama Yahudi.
Baca juga : Pernyataan Konsultasi dengan Indonesia Terkait Yerusalem Ternyata Salah Terjemahan

2. Diperebutkan Babilonia dan Persia

Raja Babilonia Nebuchadnezzar II dua kali merebut Yerusalem pada 597 dan 586 SM. Ia memenjarakan Raja Jehoiakim dan kaum elite Yahudi lalu menghancurkan kenisah mereka.
Perjanjian Lama menyebutkan, Raja Sirius Agung dari Persia menumbangkan Babilonia pada 540 SM dan membebaskan kaum Yahudi serta membangun kembali kuil mereka di Yerusalem.

3. Pendudukan Romawi dan Bizantium

Yerusalem berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi sejak 63 M. Perlawanan bangsa Yahudi mencetuskan perang pada 66 M, yang dimenangkan Romawi.
Kuil mereka di Yerusalem kembali mengalami aksi penghancuran. Romawi dan Bizantium menguasai Palestina selama 600 tahun.
Baca juga : Mengenal Yerusalem, Kota Suci Tiga Agama

4. Masa pendudukan Muslim
Di bawah pimpinan Kalifah Umar, tentara Muslim mengepung dan menguasai Yerusalem pada 637 M.
Di era pendudukan Muslim inilah, penguasa yang saling bermusuhan dan dari berbagai mazhab Islam silih berganti menguasai Yerusalem.
Baca juga : Protes Pengakuan Yerusalem, Puluhan Warga Palestina Terluka

5. Perang Salib
Kekalifahan Seljuk sejak 1070 M terus meluaskan kekuasaan. Akibatnya, kaum Kristen merasa terancam yang memicu Paus Urban II mencanangkan Perang Salib.
Dalam 200 tahun selanjutnya terjadi lima kali perang memperebutkan Yerusalem. Pada 1244 pasukan Kristen kalah total dari tentara Muslim yang kembali menguasai Yerusalem.

6. Kekaisaran Ottoman dan pendudukan Inggris
Setelah menaklukkan Mesir dan Arabia, Kekaisaran Ottoman memasukkan Yerusalem ke dalam wilayah hukumnya pada 1535 dan kota ini kembali mencapai kejayaannya.
Namun, pada 1917 Inggris mengalahkan Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I. Palestina kemudian diduduki Inggris dan Yerusalem jatuh tanpa perlawanan.

7. Kota yang terbelah
Setelah Perang Dunia II usai, Inggris mengembalikan mandat Palestina kepada PBB, yang kemudian memilih opsi membaginya dua negara itu.
Tujuan pembagian itu adalah untuk menciptakan negara bagi kaum Yahudi yang selamat dari Holocaust di Eropa.
Baca juga : Israel Tempatkan Polisi di Yerusalem
Sejumlah negara Arab kemudian bergabung memerangi Israel dan menguasai sebagian Yerusalem. Sejak 1967 kota ini terbelah menjadi wilayah Israel di sisi barat dan Yordania di sebelah timur.

8. Israel kuasai Yerusalem Timur
Dalam perang enam hari 1967, Israel mengalahkan aliansi Mesir, Yordania dan Suriah. Alhasil, Israel menguasai Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat Yordan, Dataran Tinggi Golan dan bagian timur Yerusalem.
Untuk pertama kali sejak 1949, Israel kembali menguasai Tembok Ratapan di kota tua Yerusalem.
Secara sepihak Israel menyebut tidak menganeksasi Yerusalem timur, melainkan mengintegrasikan kota itu ke dalam wilayah administratifnya.

9. Umat Muslim bisa berziarah ke Yerusalem
Israel tidak menutup akses umat Muslim ke tempat suci mereka. Bukit Shakrah berada di bawah admistrasi otonomi Muslim.
Umat Islam juga diperbolehkan berziarah ke Bukit Zaitun, Kubah Shakrah, dan Masjid Al Aqsa serta beribadah di sana.

10. Sengketa status Yerusalem berlanjut
Yerusalem hingga hari ini tetap menjadi hambatan terbesar dalam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Baca juga : 28 Negara Uni Eropa Peringatkan Trump Tak Pindah Kedutaan AS ke Yerusalem
Pada 1980, Israel mendeklarasikan, seluruh kota Yerusalem sebagai bagian tak terpisahkan dari ibu kota negeri itu.
Sementara pada 1988 negara Palestina diproklamasikan dan juga mengklaim bahwa Yerusalem adalah ibu kota.
Page:
1
2

Jumat, 01 Desember 2017

Prosedur Pemakaman di DKI



PROSEDUR PEMAKAMAN JENAZAH BAGI AHLI WARIS YANG TIDAK MAMPU

Ahli Waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A) dari Puskesmas/Rumah Sakit
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat
3. Surat keterangan Tidak Mampu dari Kelurahan setempat atau Kartu Gakin
4. Tidak dipungut Retribusi Sewa Tanah Makam
5. Ahli Waris mendapat Surat Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM) yang berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun


PROSEDUR PEMAKAMAN JENAZAH TERLANTAR YANG TIDAK DIKETAHUI AHLI WARISNYA

1. Penemu Jenazah melaporkan ke pihak Kepolisian terdekat
2. Polisi menghubungi Dinas Pertamanan dan Pemakaman cq. Bidang pelayanan.
3. Dinas Pertamanan dan Pemakaman Mengangkut Jenazah ke RSCM
4. RSCM Memeriksa Jenazah dan mengeluarkan Visum et Repertum, bila Jenazah tidak ada keluarga yang mengambilnya, maka :
5. RSCM menghubungi Dinas Pertamanan dan Pemakaman cq. Bidang Pelayanan untuk mengurus Pemakamannya
6. Jenazah dimakamkan di TPU yang telah ditentukan
7. Semua biaya menjadi beban dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta


PROSEDUR UMUM PEMAKAMAN JENAZAH BARU

1. Ahli Waris melaporkan kepada RT, dan RW kemudian ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A).
2. Surat Keterangan model A dari Puskesmas dilaporkan ke Kelurahan setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan.
3. Kalau sudah lengkap, Ahli Waris dapat memesan tempat ke TPU terdekat/yang diinginkan sesuai dengan ketentuan pemerintah.
4. Ahli Waris dapat memilih petak makam apabila tempat yang dikehendaki masih memungkinkan.
5. Setelah menyelesaikan administrasi, dan membayar Retribusi sewa Tanah Makam ke Kas Daerah terdekat, Ahli waris mendapat surat IPTM (Izin Penggunaan Tanah Makam) yang berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.


PROSEDUR PEMAKAMAN TUMPANGAN

1. Ahli Waris melaporkan kepada RT, dan RW kemudian ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A).
2. Surat Keterangan model A dari Puskesmas dilaporkan ke Kelurahan setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Kematian.
3. Diluar familynya ditambah izin tertulis/Surat pernyataan dari Ahli Waris dan atau pihak yang bertanggung jawab terhadap Jenazah yang akan ditumpangi dan melampirkan IPTM asli yang masih berlaku.
4. Setelah menyelesaikan administrasi, dan membayar Retribusi sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari Retribusi pemakaman baru Ahli waris mendapat Surat IPTM tumpangan.


TARIF RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN BERDASARKAN PERDA NO. 1
TAHUN 2006 PASAL 111


1. Sewa tanah makam untuk jangka waktu 3 tahun
     a)    Blok AAI              Sebesar          Rp.    100.000
     b)    Blok AAII            Sebesar          Rp.       80.000
     c)    Blok AI                Sebesar          Rp.       60.000
     d)    Blok AII               Sebesar          Rp.       40.000
     e)    Blok AIII              Sebesar          Rp.                 0


PROSEDUR PERPANJANGAN IZIN PENGGUNAAN TANAH MAKAM

1. Ahli Waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan IPTM asli.
2. Membayar Retribusi Sesuai Perda No. 1 Tahun 2006
   a. Tiga tahun pertama 50% (lima puluh perseratus) dari besarnya Retribusi sebagaimana tercantum dalam angka 1 huruf a pasal 111.
   b. Tiga tahun kedua dan seterusnya 100% (seratus perseratus) dari besarnya Retribusi sebagaimana tercantum dalam angka 1 huruf a pasal 111.
   c. Perpanjangan sewa tanah makam sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b), diajukan paling lama 3 (tiga) tahun setelah sewa tanah makam berakhir dan apabila tidak diperpanjang setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan untuk pemakaman ulang.
3. Setelah menyelesaikan administrasi, dan membayar Retribusi, ahli waris mendapat Surat Perpanjangan IPTM.


PROSEDUR PEMAKAIAN PERALATAN PERAWATAN JENAZAH

Ahli Waris Mengisi Formulir Permohonan Dengan Melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A) dari Puskesmas/Rumah Sakit.
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat.
3. Membayar Retribusi :
    Pemakaian Peralatan Perawatan Jenazah Rp. 75.000,00/Jenazah


PROSEDUR PEMAKAIAN KENDARAAN JENAZAH DAN KELENGKAPANNYA

Ahli waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A) dari Puskesmas / Rumah Sakit.
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat.
3. Untuk keluar wilayah Provinsi DKI Jakarta dilengkapi :
    a. Surat Keterangan dari Dinas Kesehatan
    b. Surat Izin Mengangkut Jenazah :
        - Keluar wilayah Provinsi DKI Jakarta dari Kantor Pelayanan Pemakaman
        - Keluar negeri dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman


PROSEDUR PEMAKAIAN LOKASI TAMAN PEMAKAMAN UNTUK SHOOTING FILM

Penanggung jawab mengisi formulir dengan melampirkan :
1. Foto Copy KTP (SKTLD) Pemohon
2. Membuat Pernyataan sanggup memelihara ketertiban di TPU
3. Membayar Retribusi sesuai Perda No. 1 Tahun 2006
    - 1 sampai dengan 2 hari                  Rp 1.000.000/ lokasi
    - 2 sampai dengan 4 hari                  Rp 1.500.000/ lokasi
    - 5 sampai dengan 8 hari                  Rp 2.000.000/ lokasi
    - Lebih dari 8 hari dikenakan           Rp 200.000/ hari/ lokasi
      Biaya tambahan


PROSEDUR PEMAKAMAN JENAZAH YANG AKAN DIBAWA KE LUAR NEGERI

Ahli waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A) dari Puskesmas / Rumah Sakit.
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat.
3. Surat Keterangan dari Dinas Kesehatan
4. Surat Keterangan Persetujuan dari Departemen Luar Negeri
5. Membayar retribusi sebesar Rp 200.000/ jenazah
6. Ahli waris mendapat Surat Izin Mengangkut Jenazah ke luar negeri dari Dinas Pertamanan dan Pemakamam


PROSEDUR PEMASANGAN PLAKET MAKAM

Ahli waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Izin Penggunaan Tanah Makam yang masih berlaku
2. Foto Copy KTP/SKTLD yang mengurus
3. Membayar retribusi Rp 300.000/izin
4. Ahli waris mendapat Surat Izin Pemasangan Plaket Makam dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman


PROSEDUR TAHAN JENAZAH

Ahli waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah dari Puskesmas/Rumah Sakit.
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat.
3. Surat Keterangan dari Dinas Kesehatan.
4. Membayar Retribusi Izin tahan Jenazah setelah 24 jam sebesar Rp 10.000/24 jam penambahan lebih
    dari 1 hari sampai dengan paling lama 5 hari sebesar Rp 2.000/hari.
5. Ahli Waris mendapat Surat Izin Tahan Jenazah dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman.


PROSEDUR PENGABUAN (KREMASI) JENAZAH DAN KERANGKA JENAZAH

Ahli Waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan :
1. Surat Keterangan Pemeriksaan Jenazah (model A) dari Puskemas/Rumah Sakit
2. Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan setempat.
3. Foto copy KTP/Kartu Keluarga Almarhum.
4. Membayar Retribusi Izin Mengabukan (Kremasi) Jenazah/kerangka Jenazah dari Kantor Pelayanan Pemakaman.
5. Untuk Kerangka Jenazah ditambah Izin Menggali dan menindahkan kerangka Jenazah.
6. Ahli Waris dapat menghubungi Krematorium yang di kehendaki.


PROSEDUR PENGGALIAN.PEMINDAHAN KERANGKA JENAZAH

1. Atas permintaan Ahli Waris, Ahli Waris mengisi formulir permohonan dengan melampirkan:
   - Surat IPTM Asli
   - Foto copy/SKTLD pemohon
2. Membayar Retribusi sebesar Rp 10.000/jenazah/kerangka
3. Ahli Waris mendapat Izin Menggali/memindahkan Kerangka Jenazah dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
4. Untuk di bawa keluar wilayah Provinsi DKI Jakarta ditambah Izin Mengangkut Kerangka Jenazah.
5. Untuk diabukan (Dikremasi) ditambah Izin Mengabukan (kremasi) Jenazah/kerangka Jenazah.
6. Untuk dimakamkan lagi ke TPU yang dikehendaki, Ahli Waris mengisi permohonan dengan melampirkan Surat Izin Menggali/menindahkan Kerangka Jenazah. Retribusi pemakaman tergantung blok makam yang dikehendaki seperti pemakaman Jenazah baru.


PROSEDUR PENGGALIAN/PEMINDAHAN KERANGKA JENAZAH YANG TERKENA PROYEK

1. Penanggung jawab proyek mengajukan permohonan tertulis ke DPP.
2. DPP mengadakan penelitian dan perhitungan anggaran biaya.
3. Penanggung jawab proyek menyelesaikan administrasi dan melunasi biaya pemindahan.
4. DPP melaksanakan penyuluhan dan pemberitahuan kepada Ahli Waris melalui Media Cetak dan Elektronik.
5. Penggalian dilakukan oleh Petugas Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
6. Tempat penampungan disediakan dan diatur oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman atas beban biaya pihak penanggung jawab proyek.
7. Ahli Waris yang makam keluarganya terkena penggalian/pemindahan tidak dikenakan biaya.
8. Kerangka Jenazah yang akan digali/dipindahkan atas kehendak sendiri, biayanya menjadi beban dan tanggang jawab Ahli Waris.


PELANGGARAN

Terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini, diancam hukuman kurungan 3 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) Perda 3/2007, pasal 49 ayat 1

Selasa, 07 November 2017

Kejanggalan Klaim Asuransi

Ini bukan perkara baru. Sengketa klaim antara perusahaan asuransi jiwa dengan nasabahnya bak kisah klasik yang kerap berulang. Persoalan yang muncul nyaris serupa:  pihak asuransi menolak klaim biaya perawatan nasabahnya.

Ironi industri asuransi mulai dari kekecewaan para nasabah hingga yang berujung kematian. Apalagi mengingat betapa gigihnya para agen asuransi saat menawarkan produknya, yang penuh janji manis soal kemudahan klaim.

Berangkat dari kasus klaim PT Asuransi Allianz Life Indonesia yang berujung pidana dan penetapan tersangka dua petingginya, kami pun mencoba menelusuri persoalan yang mendasari munculnya sengketa klaim asuransi jiwa.

Baca: Geger Klaim Asuransi

Konon, seorang karyawan asuransi dianggap berprestasi bila berhasil mencari nasabah baru. Selain itu, khusus di bagian klaim, prestasi diukur dari keberhasilan menggugurkan pengajuan klaim nasabah.

Memang belum ada fakta keras soal target pengguguran klaim yang mesti dilakukan seorang karyawan asuransi. Namun, seorang pengacara nasabah asuransi, Alvin Lim, mengungkapkan secara blakblakan hasil penyelidikan dari beberapa kasus sengketa klaim yang pernah ditanganinya.

“Klaim itu ada target. Jadi, misalnya masuk (pengajuan) klaim Rp100 miliar. Kalau diterima semua, si manajer klaim mungkin tidak bertahan lama di sana. Selain itu, target bonus mereka juga dilihat dari performa berapa banyak (klaim) yang bisa ditolak,”  ujar Alvin saat berbincang dengan Metrotvnews.com di Jakarta, Senin 2 Oktober 2017.

Jadi, ia melanjutkan, kalau klaim bisa ditolak, kenapa tidak? Sementara sisanya, yang tidak bisa ditolak, diupayakan pembayarannya diperlambat. “Ini bicara cashflow. Bila dalam satu waktu premi masuk lebih kecil daripada pengajuan klaim, tentu memperlambat pembayaran (klaim) menjadi sebuah strategi,” ucapnya.

Perilaku semacam ini tampak wajar dalam sebuah bisnis. Pemasukan diupayakan sebesar mungkin. Adapun sebaliknya, beban pengeluaran ditekan sekecil-kecilnya. Semua dilakukan atas nama menjaga “kesehatan" perusahaan.

Pembayaran klaim termasuk dalam kategori beban perusahaan jika merujuk laporan keuangan perusahaan asuransi.

Nah, persoalan ini turut menjadi sorotan Warsito Sanyoto selaku pengacara yang juga sebagai investigator klaim sejumlah perusahaan asuransi ternama. "Ya, perusahaan asuransi tentu menghendaki adanya claim ratio serendah mungkin dibanding premi yang masuk," kata Warsito kepada Metrotvnews.com, Selasa 3 Oktober 2017.

Namun, menurut Warsito, seharusnya pengajuan klaim tidak boleh dihindari apabila klaim itu benar dan terbukti terjadi suatu kerugian. Walaupun begitu, sebagai seorang claim investigator yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan asuransi, Warsito berusaha menjelaskan bahwa ia masih tetap mampu bekerja secara profesional.

"Meski perusahaan asuransi yang membayar saya, tapi penyelidikan saya atas sebuah pengajuan klaim tetap objektif, tidak memihak, baik kepada perusahaan maupun tertanggung (nasabah)," paparnya.

Jangka Waktu

Setiap penolakan pengajuan klaim oleh perusahaan asuransi ternyata tidak melulu sah dan benar. Dalam beberapa kasus, kami menemukan kejanggalan yang mengisyaratkan penolakan secara halus.

Modus yang kerap dipakai pun beragam. Salah satunya memanfaatkan perjanjian di polis asuransi.

Umumnya, nasabah atau pihak pengaju asuransi enggan membaca secara rinci kesepakatan dalam polis yang diberikan seorang agen asuransi. Alasan yang muncul adalah kepercayaan.

Ambil misal, persoalan batas waktu proses pencairan klaim. Hal ini tidak di atur di dalam polis. Biasanya dialami pemegang polis asuransi yang bersifat reimburse atau penggantian pembayaran.

Artinya, setelah nasabah mengajukan klaim, pihak asuransi berhak membayarnya kapanpun - tanpa batas waktu. Boleh jadi ini terkait claim ratio tadi, memperlambat pembayaran klaim saat premi asuransi yang masuk kecil.

Sebaliknya, nasabah diberikan batas waktu untuk mengajukan klaim sejak dirinya dirawat. Bila dalam tenggat waktu tertentu klaim tidak diajukan, maka dianggap tidak mengajukan klaim.

Begitu pula soal pembayaran premi. Bila nasabah atau tertanggung mengalami keterlambatan dalam membayar premi, dalam jangka waktu tertentu, polisnya bisa ditutup sepihak oleh perusahaan asuransi.

Mantan Ketua Dewan Asuransi yang juga Dosen Asuransi dan Manajemen Risiko di Universitas Indonesia, Hotbonar Sinaga, menyatakan perjanjian dasar di sebuah perusahaan asuransi seharusnya dibuat sederhana. Pasalnya, banyak agen asuransi yang tidak menjelaskan detail ihwal perjanjiannya kepada calon tertanggung.

"Sebaiknya tidak boleh lagi (perjanjian dalam polis) hurufnya kecil-kecil. Kalau hurufnya masih kecil-kecil dan agen tidak menjelaskan detail, laporkan ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," cetusnya saat ditemui di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 30 September 2017.

Syarat tambahan

Modus lainnya adalah meminta dokumen secara terus menerus, sebagai syarat pencairan klaim. Alvin Lim mengatakan, cara ini banyak ditemukan di sejumlah sengketa klaim.

"Seperti (kasus) Allianz yang meminta surat klarifikasi. Terus menerus meminta keterangan medis lanjutan dari dokter, sehingga dokter yang merawat (nasabah) marah dan tidak mau mengisi," kata Alvin.

Saat dokumen tidak lengkap, ditambah habisnya tenggat waktu pengajuan klaim, maka perusahaan asuransi memiliki alasan yang cukup untuk menggugurkan klaim si nasabah. "Parahnya lagi, syarat (surat klarifikasi dan rekam medis) yang diminta itu tidak tertera dalam prosedur pengajuan klaim di dalam buku polis," ungkap Alvin.

Sepatutnya, menurut Alvin, perusahaan asuransi sudah mengetahui bahwa catatan medis lengkap itu sifatnya rahasia.

Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008. Dokter yang menangani pasien atau pihak rumah sakit hanya bisa memberikan ringkasan atau resume medis. Dilarang mengeluarkan catatan lengkap riwayat pasien alias rekam medis.

“Soal ketentuan catatan medis lengkap, yang saya tahu cuma Allianz saja yang memberlakukan. Mereka sudah menerapkannya sejak lama,” papar Alvin.

Alhasil, dari sederet sengketa klaim berbasis permintaan rekam medis ini, tersisa satu perntanyaan besar. Apakah pihak asuransi tidak mempercayai dokter dari rumah sakit yang menjadi rekanannya?

Opini dokter

Dalam sebuah perusahaan asuransi, biasanya ada seorang dokter yang bertugas memeriksa atau memverifikasi pengajuan klaim dari nasabah. Kepentingannya, agar perusahaan mengetahui kebenaran penyakit dan perawatan nasabahnya.

Nah, yang jadi masalah, sering kali dokter verifikator di perusahaan asuransi atau sering disebut dokter klaim, menegasikan keputusan dokter di rumah sakit. Pendapat kedua dokter ini kerap berbeda.

Sebagai contoh, seorang dokter rumah sakit merujuk pasiennya untuk dirawat. Pada sisi lain, dokter klaim berdasarkan resume medis menganggapnya tidak perlu dirawat. Dengan begitu perusahaan asuransi tidak perlu menanggung biayanya.

"Itu karena dokter klaim hanya melihat diagnosa atau resume, tidak melihat kondisi pasiennya," kata Alvin.

Situasi semacam ini ditemukan dalam kasus penolakan klaim nasabah Allianz, mendiang Belki Sukiyo.

Belki adalah penerima manfaat Hospital Surgical, Hospital Income, juga Critical Income. Belki dirawat di RS Siloam selama empat bulan. Biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp6 miliar lebih.

Karena klaimnya ditolak, maka keluarga memutuskan merawat Belki di rumah. Pada Juli 2017, Belki pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Tidak ada yang salah dengan penolakan klaim itu. Sebab, semasa Belki sakit, dokter belum mengetahui persis penyakit apa yang dideritanya. Hasil pemeriksaan laboratorium pun tidak menunjukkan adanya kelainan.

Tapi, kondisi fisik Belki terus menurun dan melemah, bahkan hilang kesadaran. Selama empat bulan itulah Belki dipantau dan diberikan perawatan intensif oleh rumah sakit.

"Bagi dokter rumah sakit, walau tak terdiagnosa (penyakitnya), mereka mempertimbangkan kondisi fisik. Bila mengkhawatirkan, pasien dirujuk untuk dirawat. Sementara dokter klaim hanya melihat hasil laboratorium saja. Ya, keduanya adalah dokter, tapi kepentingannya beda," kata Alvin.

Namun, setelah kisah wafatnya Belki ini menyeruak di media sosial, pihak Allianz pun menyetujui untuk membayarkan salah satu klaim mendiang Belki, sebesar Rp135 juta.

"Semoga klaim lainnya juga segera dibayarkan," cetus Alvin.



Tak terdaftar

Tak hanya Allianz, Alvin mengungkapkan bahwa sengketa klaim juga menimpa banyak perusahaan asuransi yang lain. Termasuk persoalan "kesaktian" dokter klaim.

"Ada sejumlah nasabah berbagai perusahaan asuransi yang saya dampingi soal ini. Sedikitnya 15 klien yang kasusnya sedang berjalan," kata Alvin.

Dari informasi ini, kami pun mencoba memeriksa status dokter klaim di sejumlah perusahaan asuransi, melalui aplikasi cek dokter di situs resmi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Hasilnya, kebanyakan dokter klaim di beberapa perusahaan asuransi statusnya tidak terdaftar alias tidak memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari KKI. Meskipun ada yang terdaftar, namun STR-nya banyak yang sudah kedaluwarsa.

Aturan mainnya, tanpa STR, kompetensi seorang dokter patut dipertanyakan. Sudah dipastikan juga dokter tersebut tidak memiliki rekomendasi profesi, termasuk Surat Izin Praktek (SIP).

Satu di antaranya adalah Manager Claim Allianz Indonesia yang kini berstatus tersangka, dr. Yuliana Firmansyah. Dari hasil pencarian, nama Yuliana dinyatakan tidak terdaftar di KKI.

Sayangnya, setelah beberapa kali menghubungi pihak Allianz, kami belum mendapatkan respon terkait hal ini. Termasuk pesan singkat kepada Head of Corporate Communications Allianz Indonesia, Adrian DW, tidak berbalas.

Bila dokter klaim di perusahaan asuransi tidak memiliki STR, maka mahfum jika kompetensinya dipertanyakan saat memutuskan seorang pasien berhak atau tidak untuk dirawat di rumah sakit.

Soal STR dan SIP, pemerintah sudah mengaturnya dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Merujuk pada Pasal 78 UU Praktik Kedokteran, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanankepada masyarakat, seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter yang telah memiliki STR atau SIP, dapat dipidana penjara paling lama lima tahun, atau denda paling banyak Rp150 juta.

Sementara bagi perusahaan atau seseorang yang dengan sengaja mempekerjakannya, berdasarkan Pasal 80, dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp300 juta.

Perlu revisi

Lantas, bagaimana pendapat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait status "bodong" dokter klaim ini?

Ketua PB IDI Daeng M. Faqih tidak melihatnya sebagai pelanggaran hukum. Alasannya, belum ada aturan khusus untuk dokter verifikator alias dokter klaim di perusahaan asuransi.

Menurut Daeng, dokter klaim bukan dokter yang sifatnya terapis, mendiagnosa dan mengambil tindakan. Dokter klaim adalah dokter umum yang dikelaskan sebagai dokter penilai.

Biasanya, bila berhadapan dengan penyakit yang spesifik atau lebih kompleks, dokter klaim meminta pendapat dokter spesialis lain, atau bertanya ke profesi, dalam hal ini IDI. Setelah itu barulah dia mengambil keputusan untuk perusahaan asuransi tempat dia bekerja.

Tetapi, kata Daeng, secara substansi, karena dokter klaim turut menentukan apakah seseorang dirawat atau tidak dalam tindakan medis selanjutnya, sepatutnya terdaftar KKI.

"Sebab, kalau teregistrasi pasti terjaga kualitas, mutu, dan pengetahuannya. Ini terkait juga kepercayaan masyarakat," tutur Daeng saat kami hubungi, Sabtu, 7 Oktober 2017.

Dia pun mengakui, perbedaan pendapat antara dokter di rumah sakit dengan dokter klaim masih sering terjadi. “Makanya, saya pribadi setuju, standarisasi dokter verifikator perlu diperbaiki, agar penilaian yang dikeluarkan untuk perusahaannya (asuransi) berbasis standar kedokteran terkini.”

IDI berharap, dokter yang bekerja sebagai verifikator terdaftar di KKI dan memiliki rekomendasi profesi, sebagaimana laiknya seorang dokter. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan asuransi lebih elok bila mempekerjakan dokter yang terdaftar

Rabu, 19 Juli 2017

Ditanggung or Tunjangan PPH ?


Salah satu kewajiban perusahaan atau pemberi kerja adalah memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 atas gaji dan penghasilan lainnya yang mereka bayarkan kepada pegawai atau karyawannya. Dalam hal ini ada pilihan bagi para pemberi kerja tersebut, memotong langsung dari gaji karyawan atau membantu karyawan dan pegawainya dengan cara menanggung PPh Pasal 21 yang terutang. Tinggal pilih, mana yang menguntungkan…
Dalam kacamata UU PPh, menanggung PPh tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan memberikan tunjangan pajak (Tunjangan PPh) seperti layaknya memberikan tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan jabatan, dlsb, atau dengan cara kedua yaitu menanggung PPh tanpa memberikan tunjangan pajak.
Jika dilihat secara kasat mata, kedua cara ini sebenarnya sama saja karena PPh Pasal 21 yang terutang tidak dibebankan kepada karyawan (tidak dipotong dari gaji atau penghasilan karyawan) melainkan ditanggung sendiri oleh perusahaan atau pemberi kerja. Tetapi jika dilihat dari sisi UU dan ketentuan peraturan PPh, masing-masing mendapat perlakuan perpajakan yang berbeda.
Tunjangan PPh & Efeknya di PPh Pemberi Kerja
Cara menanggung PPh Pasal 21 yang pertama adalah dengan seolah-olah memberikan tunjangan pajak (Tunjangan PPh) kepada karyawan seperti layaknya memberikan Tunjangan Transport, Tunjangan Makan, Tunjangan Jabatan, dan tunjangan lainnya.
Dengan cara ini, PPh Pasal 21 yang sebenarnya ditanggung oleh perusahaan pemberi kerja dimasukkan terlebih dahulu ke dalam unsur gaji dan tunjangan kepada karyawan saat penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan (Tunjangan PPh Pasal 21 ikut dihitung PPh Pasal 21-nya). Jadi seolah-olah karyawan menerima uang Tunjangan PPh tadi terlebih dahulu dan dihitung pula PPh Pasal 21-nya, baru kemudian dipotong kembali oleh perusahaan pemberi kerja.
Besarnya Tunjangan PPh dapat disesuaikan dengan kebijakan perusahaan pemberi kerja masing-masing. Perusahaan atau pemberi kerja bisa saja menerapkan kebijakan untuk memberikan tunjangan pajak sebesar 100% dari jumlah PPh Pasal 21 yang terutang. Kebijakan ini lebih dikenal dengan istilah gross-up (lihat contoh perhitungan di bawah ini).
Contoh Perhitungan Gross-Up
Tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang (salah satunya Tunjangan PPh) merupakan salah satu biaya atau pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja [Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2 UU PPh]. Artinya, perusahaan atau pemberi kerja boleh membiayakannya di SPT Tahunan PPh mereka. Dan untuk mempertegas treatment atau perlakuan pembiayaannya ini, sebaiknya pemberi kerja memasukkan akun Tunjangan PPh ke dalam slip gaji karyawannya.
PPh Ditanggung & Efeknya di PPh Pemberi Kerja
Cara menanggung PPh Pasal 21 yang kedua (menanggung PPh tanpa memberikan tunjangan pajak) dalam istilah peraturan pajak disebut dengan PPh Ditanggung Pemberi Kerja. Dengan cara ini, PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji karyawan dibayar sendiri oleh pemberi kerja dan PPh Pasal 21 yang dibayar (ditanggung) oleh si pemberi kerja itu tidak dimasukkan sebagai unsur penghasilan karyawan.
Sebagai contoh, misalkan Budi bekerja sebagai pegawai di PT Megah dengan gaji Rp 5.000.000,-. Seandainya dari gaji tersebut PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp 250.000,- dan PPh Pasal 21 tersebut ditanggung oleh PT Megah, maka gaji yang diterima Budi adalah Rp 5.000.000,-.
PPh Pasal 21 sebesar Rp 250.000,- yang ditanggung oleh PT Megah dalam contoh di atas, tidak dimasukkan sebagai tunjangan (penghasilan) bagi Budi saat penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan. Ini dikarenakan menurut Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, pajak atas gaji Budi yang tidak dipotong dari gaji melainkan ditanggung sendiri oleh PT Megah tersebut dikategorikan sebagai imbalan dalam bentuk kenikmatan (fasilitas) atau yang biasa kita sebut dengan benefit in kind.
Sebagai konsekuensinya, PT Megah juga tidak boleh membiayakan PPh Pasal 21 yang ditanggung tadi dalam SPT Tahunan PPh Badannya. Sebab biaya-biaya yang berupa imbalan atau penggantian dalam bentuk kenikmatan tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja saat menghitung penghasilan kena pajak.
Tax Planning Sederhana
Seperti telah diuraikan di atas, antara Tunjangan PPh Pasal 21 dengan PPh Pasal 21 Ditanggung mendapat perlakuan (treatment) perpajakan yang berbeda, baik dari sisi penghitungan PPh Pasal 21 maupun PPh Pemberi Kerja.
Tunjangan PPh Pasal 21 merupakan objek PPh Pasal 21 yang harus ditambahkan ke dalam penghasilan karyawan saat penghitungan PPh Pasal 21. Perlakuannya sama seperti tunjangan-tunjangan lainnya seperti Tunjangan Transport, Tunjangan Makan, Tunjangan Jabatan atau lainnya. Namun di sisi PPh Pemberi Kerja, Tunjangan PPh Pasal 21 ini dapat dibiayakan (deductible expense) sehingga akan mengurangi penghasilan bruto dan otomatis akan mengurangi PPh Pemberi Kerja.
PPh Pasal 21 Ditanggung, di sisi lain, bukan merupakan objek PPh Pasal 21 dan tidak perlu dimasukkan ke dalam tunjangan atau penghasilan karyawan pada saat menghitung PPh Pasal 21. Akan tetapi, sebagai konsekuensinya, perusahaan atau pemberi kerja tidak boleh membiayakan PPh Pasal 21 Ditanggung tersebut saat menghitung PPh pemberi kerja karena PPh Pasal 21 Ditanggung adalah salah satu biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan atau pemberi kerja (non deductible expense).
Perlu diingatkan bahwa ketentuan mengenai deductible maupun non deductible expense tersebut di atas tidak berlaku bagi perusahaan atau pemberi kerja yang penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final. Artinya, jika perusahaan atau pemberi kerja merupakan Wajib Pajak yang penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final, kebijakan apapun yang dipilih, memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau tidak, maka kebijakan itu tetap non-deductible expense. Sebab bagi perusahaan atau pemberi kerja yang penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final, biaya apapun yang dikeluarkan tidak lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh atas penghasilan usahanya.
Contoh perusahaan atau pemberi kerja yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat final misalnya: perusahaan konstruksi, perusahaan persewaan tanah/bangunan, perusahaan pelayaran dalam negeri, dan beberapa perusahaan lain yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
Dengan memperhatikan treatment perpajakan atas kedua kebijakan tersebut, sebenarnya perusahaan atau pemberi kerja bisa melakukan tax planning sederhana untuk menghemat atau meminimalisir pembayaran pajak, baik PPh Pasal 21 maupun PPh Badan/Pemberi Kerja.
Tanpa Kompensasi Kerugian
Misalkan, PT Megah memperoleh omset Rp 500.000.000,- dengan total biaya sebesar Rp 350.000.000,-. Katakanlah PT Megah memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetor PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- maka dalam hal ini PT Megah dapat memilih apakah PPh Pasal 21 tersebut akan ditanggung perusahaan dengan cara memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 atau tidak. Atau dengan kata lain, apakah PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- itu dibiayakan juga atau tidak?
Jika PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- tersebut juga bisa dibiayakan, maka PT Megah dapat memberikan Tunjangan PPh Pasal 21. Dengan demikian, total biaya usaha menjadi Rp 375.000.000,- (Rp 350.000.000,- + Rp 25.000.000,-) dan laba neto usaha turun menjadi Rp 125.000.000,-. Sehingga PPh Badan yang harus dibayar adalah Rp 125.000.000,- x 12,5% = Rp 15.625.000,-.
Akan tetapi, karena memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- maka atas Tunjangan PPh Pasal 21 tersebut juga harus diperhitungkan dan disetorkan PPh Pasal 21.
Dengan asumsi bahwa atas Rp 25.000.000,- dikenakan tarif rata-rata 5%, maka tambahan PPh Pasal 21 yang harus disetor adalah 5% x Rp 25.000.000,- = Rp 1.250.000,-. Dengan demikian, total pajak yang harus dibayar oleh PT Megah adalah = PPh Badan (Rp 15.625.000,-) ditambah dengan PPh Pasal 21 (Rp 25.000.000,- + Rp 1.250.000,-) atau Rp 41. 875.000,-
Apabila PT Megah memilih tidak memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 (artinya PPh Pasal 21 yang semula Rp 25.000.000,- ditanggung sendiri tanpa memberikan tunjangan pajak), maka PPh Badan menjadi = Rp 500.000.000,- (-) Rp 350.000.000,- (x) 12,5% = Rp 18. 750.000,-. Sedangkan PPh Pasal 21 yang harus disetor tetap sebesar Rp 25.000.000,- sehingga total pajak yang harus dibayar PT Megah ke Kas Negara adalah Rp 18.750.000,- (+) Rp 25.000.000,- = Rp 43.750.000,-.
Jadi dengan analisa angka-angka tersebut, jelas kelihatan bahwa bagi PT Megah memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 akan lebih menghemat pajak yang harus dibayar ke negara.
Ada Hak Kompensasi Kerugian
Bagaimana jika PT Megah masih memiliki hak kompensasi kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya? Apakah kebijakan memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 masih tetap menguntungkan (menghemat pajak)?
Dalam kondisi di mana jumlah kompensasi kerugian fiskal tersebut masih lebih besar dari pada penghasilan neto tahun berjalan, sehingga PPh Badan masih nihil, maka kebijakan menanggung PPh Pasal 21 tanpa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 merupakan alternatif yang menguntungkan. Sebab dengan demikian tidak ada tambahan PPh Pasal 21 yang harus dipotong atau disetor ke kas negara.
Misalkan dalam contoh sebelumnya PT Megah memiliki kompensasi kerugian tahun sebelumnya Rp 200.000.000,-. Jika PT Megah memilih tidak memberikan tunjangan PPh Pasal 21, berarti total biaya usaha tetap Rp 350.000.000,- dan laba usaha tetap Rp 150.000.000,-. Karena kompensasi rugi tahun sebelumnya (Rp 200.000.000,-) masih lebih besar dari pada laba usaha (Rp 150.000.000,-), berarti PPh Badan PT Megah masih Rp 0,-. Dan karena PPh Pasal 21 ditanggung tanpa memberikan tunjangan PPh Pasal 21, berarti PPh Pasal 21 yang harus disetor tetap Rp 25.000.000,-.
Tetapi jika PT Megah memutuskan untuk memberikan tunjangan PPh Pasal 21, maka akan ada tambahan PPh Pasal 21 yang harus disetor yaitu Rp 1.250.000,- (Rp 25.000.000,- x 5%) sehingga total PPh Pasal 21 yang harus disetor Rp 26.250.000,-. Sementara di PPh Badan masih tetap nihil (Rp 0) karena laba usaha masih lebih kecil jumlahnya dari pada kompensasi kerugian.